"Nggak kenapa- kenapa, Husna. Ibu cuma capek saja..." terangku.
"Kalau kamu capek, aku pijiti ya, Bu Mumtaz..."
Tiba- tiba ayah Husna sudah berada di samping kami. Dia tersenyum. Aku tak tahu sejak kapan ayah Husna di antara kami. Biasanya dia berada di teras.
Tanpa menunggu jawabanku, tangan ayah Husna memijit bahuku. Aku berusaha menepis dan menolak.Â
"Husna sayang, ibu capek. Jangan ganggu dulu ya..." ayah Husna menasehati Husna.
"Tapi yah..."
Ayah Husna memberikan tanda agar Husna tak protes lagi. Terpaksa Husna menuruti nasehat ayahnya.
"Iyalah. Aku tidur aja..."
***
"Husna membutuhkan kita, Put..."
Ayah Husna membuka pembicaraan setelah Husna tak berada di antara kami berdua. Tanpa dikatakannya pun aku juga tahu dan sangat paham kalau Husna membutuhkan ayah ibunya. Karenanya Husna kuberi kebebasan untuk bertemu ayah dan termasuk neneknya.