Kalau saya membaca beberapa postingan di Kompasiana banyak sekali yang membahas tentang puisi karya Fadli Zon. Masing- masing ditafsirkan yang berbeda, tergantung penulis memihak pada paslon capres dan cawapres.Â
Ada juga yang mengkritisi Fadli Zon sibuk dengan puisi, kapan kerjanya. Masih banyak lagi. Sampai kapan puisi Fadli Zon menjadi tema artikel di Kompasiana? Tentu bisa sampai kapanpun. Bahkan ketika sudah selesai Pemilu pun bisa saja tetap dibahas.Â
Saya sendiri menulis artikel ini pada akhirnya berangkat dari puisi Fadli Zon. Meski alasan sebenarnya karena kemampuan saya dalam menulis puisi plus menafsirkannya sangat sulit. Seringkali keliru dalam menafsirkan puisi itu keki sekali. Hal inilah yang membuat saya menuliskan artikel ini.Â
Akhirnya saya membaca tentang penafsiran puisi dari tulisan dengan judul Menafsirkan Makna Sebuah Puisi dari Yohanes Sehandi. Banyak sekali yang saya dapatkan dari tulisan yang diposting 29 September 2016 pada Pos Kupang.com ini.
Dalam menafsirkan puisi bisa saja bertentangan antara satu sama lain. Mengapa? Penafsiran puisi sangat bergantung pada tingkat pemahaman dan daya persepsi seseorang pada waktu berhadapan dengan puisi.
Puisi sendiri bisa dianggap main-main, bisa pula dinilai serius. Puisi dianggap main-main karena seolah-olah puisi itu barang mainan, produk murahan, ditulis sesuka hati, kapan dan dimanapun. Semua kata yang terangkai pada baris, dan bait adalah puisi. Oleh karenanya siapa saja bisa menulis puisi meski kadang ada yang memperhatikan diksi, kadang juga tidak. Puisi bisa dijadikan sebagai sarana untuk melampiaskan isi hati, pikiran, dan hasrat.
Sebaliknya, puisi dinilai serius. Menurut penyair Romawi Kuno menyebutnya sebagai utile at dulce (bermanfaat dan menyenangkan). Hal ini dikarenakan puisi adalah salah satu karya seni yang memiliki otonomi sendiri, bermakna, menghibur, mengandung nilai, baik nilai moral, spiritual maupun nilai pendidikan.Â
Menulis puisi model karya sastra ini tidak mudah. Penyair harus serius, sungguh- sungguh dan akan lebih baik memiliki bakat seni yang tinggi. Dalam menuliskan sebuah puisi penyair akan menghasilkan kreativitas yang berbeda karena puisi merupakan produk imajinasi.
Karena puisi adalah produk imajinasi maka bisa ditafsirkan sesuai imajinasi masing- masing pembaca, pengamat, dan kritikus sastra. Penilaian terhadap sebuah puisi sangat bergantung pada tingkat pemahaman dan daya persepsi orang tersebut pada waktu menikmati atau membaca  puisi.Â
Penilaian atau penafsiran terhadap sebuah puisi juga ditentukan cara pandang atau jenis pendekatan seseorang terhadap sebuah puisi. Bisa saja multi tafsir.Â
Puisi dapat ditafsirkan, dibicarakan, dianalisis, diperdebatkan, bahkan dijungkir-balikkan dengan segala macam cara oleh siapa saja yang tampaknya benar. Hal tersebut dikarenakan apapun yang dikatakan mengenai puisi bisa jadi benar. Ada yang mengatakan bahwa semakin beragam penafsiran terhadap sebuah puisi, semakin baguslah puisi itu.