Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Membangun Istana Surga

10 Desember 2018   20:17 Diperbarui: 10 Desember 2018   20:21 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Oktober ini merupakan tahun kedelapan aku membina biduk rumah tangga bersama Ovi. Sebelumnya aku sama sekali tak mengenal, tak pernah bersua dengannya.

Banyak yang menanyakan kepadaku bagaimana kami saling mengenal dan bertemu. Aku orang Jawa, sementara Ovi orang dari tanah seberang sana.

Setiap kali mereka bertanya aku hanya tersenyum simpul. Kami bertemu di rumah. Ovi datang ke rumah orangtuaku meski belum pernah ke tanah Jawa ini.

Kami saling mengenal hanya lewat secarik kertas. Pasti banyak yang menertawakan kami. Zaman milenial seperti ini, tahun 2010, saling kenal kok lewat surat. Itulah sisi romantis kisah kami,  Nita dan Ovi.

Tak ku sangka dalam perjalanan mahligai rumah tangga kami, kami harus menerima kenyataan pahit. Ovi menderita sakit jantung. Setelah kelahiran putra kami, rutinitas kami adalah bolak-balik periksa dan kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam.

Tak ada rasa putus asa dalam kamus hidupku. Akulah yang selalu mendorong Ovi-ku untuk optimis berjuang. Menjemput sehatnya. Berikhtiar adalah usaha yang harus dilakukan terus-menerus. Bukankah Allah sudah menjanjikan  bahwa Allah tak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu mengubah keadaannya sendiri...?

Pernah Ovi bertanya kepadaku berkaitan sakit yang dideritanya.

"Dik Nita, maaf ya. Bang Ovi menyusahkanmu. Harusnya Abang yang menjagamu, menjaga Ilmi tetapi malah Dik Nita yang menjagaku..."

Ku tatap mata Ovi. Ku lihat tatap mata yang menyiratkan keputusasaan. Rasa bersalah akan dirinya yang ternyata malah menyusahkanku, menurutnya.

"Bang Ovi. Sama sekali aku tak menyesali yang ku alami. Aku bahagia memakmumimu. Kamu laki-laki hebat..."

Di tengah himpitan dan sesaknya dadaku mendengar vonis dari dokter, aku berusaha tegar dan terus memotivasinya. Senyum ku pasang di muka imutku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun