Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

APBN dan Akuntabilitas Seleksi Mahasiswa Baru PTN

10 April 2018   16:46 Diperbarui: 10 April 2018   16:52 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.gogirl.id

Mengikuti dan mencermati kebijakan nasional tentang pendidikan, kita akan tiba pada kesimpulan yang dapat dan cukup membuat prihatin dan cemas. Bagaimana tidak, kebijakan yang dibuat hanya melulu tentang "sistem penerimaan siswa atau mahasiswa baru" dan "sistem ujian akhir". Tetapi tidak terlihat kebijakan tentang bagaimana proses sejak seseorang menjadi siswa/mahasiswa sampai menjelang akhir pada level pendidikan tertentu. Semua pembuat kebijakan hanya sibuk saat penerimaan siswa/mahasiswa baru dan saat hendak ujian akhir.

Tidak begitu jelas apa dampak dari perubahan nama departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Departemen Pendidikan, kebudayaan digeser dan disatukan ke prawisata. Tidak begitu jelas juga apa dampak dari pemisahan kementerian pendidikan dasar dan menengah dengan kementerian pendidikan tinggi. Kalau di kop surat dan stempel, perubahan itu memang sangat jelas dan nyata.

Hal ini terjadi pada semua level pendidikan.

1. Akuntabilitas SNM PTN

Terdapat beberapa jalur ke Perguruan tinggi negeri saat ini. Pertama adalah jalur Seleksi Nasional Masuk PTN (SNM PTN), jalur yang menggunakan rapor siswa menengah sebagai dasar pertimbangan kelulusan.

Masyarakat tidak pernah bisa mengetahui bagaimana membandingkan nilai rapor dari siswa yang berbeda asal sekolahnya. Masyarakat juga tidak pernah bisa mengetahui mengapa sekolah anu mendapat jatah lebih banyak dibanding sekolah ani. Suatu sistem yang sangat tertutup.

2. Akuntabilitas SBM PTN

Jalur kedua di sebut Seleksi Bersama Masuk PTN (SBM PTN), jalur melalui ujian tulis. Entah alasan apa, panitia pelaksana SBM PTN tidak pernah mengeluarkan kunci jawaban setelah ujian selesai. Peserta ujian (siswa) juga tidak pernah bisa mengetahui skor yang dicapainya. Pokoknya diumumkan lulus atau tidak lulus, kenapa lulus dan kenapa tidak lulus hanya Tuhan dan panitia yang bisa mengetahuinya. Saya pikir tidak begitu sulit membuat sistem agar siswa peserta ujian dapat mengakses skor yang diraihnya saat ujian, bahkan skor per bidang studi.

3. Akuntabilitas Seleksi Mandiri

Jalur ketiga, yaitu jalur mandiri. Jalur seleksi yang dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing PTN. Jalur ini bersifat opsional, ada PTN yang melakukan ada juga yang tidak melakukan.

Jalur seleksi mandiri terbagi dua jenis. Satu, menggunakan ujian tulis tersendiri, kedua, menggunakan skor yang diraih siswa di SBM PTN.

Jalur mandiri yang menggunakan ujian tulis sendiri juga sama tertutupnya dengan SBM PTN. Panitia tidak mengeluarkan kunci jawaban setelah ujian selesai, siswa peserta ujian tidak bisa mengetahui berapa skor yang dicapainya.

Sejumlah hal yang aneh terdapat pada jalur mandiri yang menggunakan skor SBM PTN. Walau tidak ada ujian, tetapi biaya pendaftaran melalui jalur ini cukup mahal. Sulit untuk menjelaskan ke mana biaya pendaftaran itu digunakan.

Keanehan yang lain, ketika pada jalur SBM PTN seorang siswa memilih Kedokteran di PTN A ternyata gagal. Tetapi siswa tersebut lulus pada jurusan kedokteran di PTN A melalui jalur mandiri yang menggunakan skor SBM PTN sebagai dasar seleksi.

Kalau anda menjadi mahasiswa baru di Universitas Brawijaya jurusan kedokteran melalui jalur mandiri, siapkanlah uang minimum Rp 197.485.000,- sebagai sumbangan awal sekali di bayar. Kalau hendak menjadi mahasiswa di UNDIP lewat jalur mandiri, siapkan sejumlah Rp 100.000.000,-, kalau UNAIR yang anda siapkan cukup Rp 70.000.000,-, dan ke ITS jurusan teknik yang harus anda siapkan Rp 75.000.000,-

Bagaimana menjelaskan, saat anggaran pendidikan sudah mencapai 20% dari APBN, sekitar empat ratus triliun rupiah, tetapi biaya kuliah makin mahal?. Dulu tahun 1985 saat 1 USD = Rp 2.500,-, biaya kuliah saya per semester adalah Rp 54.000,- saja, dan saat itu anggaran pendidikan hanya 5% dari APBN.

Nanti di masa depan saat anda sudah dokter, hanya untuk mengukur tekanan darah dan menyenter ke mulut pasien, anda harus mengenakan tarif biaya dua ratus ribu rupiah. Jika tidak, kapan modal akan kembali?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun