Mohon tunggu...
Joni MN
Joni MN Mohon Tunggu... Penulis - Akademisi

Pengkaji dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antisipatif: Perilaku Vandalisme Perusak Nilai Spiritual Pendidikan di Indonesia

29 Mei 2020   16:12 Diperbarui: 29 Mei 2020   16:14 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar latar: alihamdan.id

Makna Vandalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya) atau perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas.

Vandalisme dalam konteks ini berdampak memengaruhi kerusakan spiritualisasi manusia dan merupakan tindakkan yang tidak berlandaskan kepada spiritualitas dan rohani yang kenyang dan jiwa yang takut kepada Tuhan, tetapi lebih kepada menghambakan diri kepada jabatan,  harta, penguasa, dan lebih tertumpu pada nafsu lawamah yang berakibat menjadi almarah, dikemudian hari. Sehingga demi mendapatkan keinginan nafsu tersebut manusia yang memiliki sipat Vandalisme tersebut dapat menghalalkan segala macam cara demi tercapainya apa yang mereka maksud atau tuju.

Sipat Vandalisme ini lebih menyentuh jiwa manusianya, sehingga sangat mempengaruhi spiritual manusianya  yang kemudian berdampak kepada kesehatan mental diri pelakunya.

Dahulu kala, isitlah ini pertama kali digunakan oleh seorang Uskup tahun 1794, yang lebih merujuk kepada perusakan benda-benda seni, selanjutnya beberapa penjelasan di dalam banyak buku sosial menyatakan bahwa berkaitan dengan hal ini John Dryden pada tahun 1694 pernah menulis bahwa bangsa Goth dan Vandal adalah bangsa Utara yang kasar dan bangsa yang banyak sekali merusak monument, karena itulah bangsa Vandal disebut dengan bangsa perusak, sampai menjadi sebutan istilah (perusak). Sepertinya, istilah ini akan dapat menjadi milik sebutan masyarakat Indonesia, jika spiritual manusianya dibiarkan sepeerti selama ini terjadi, tidak diisi dengan amalan kebaikan dan makannan lainnya.

Konsep Vandalisme saat ini diperankan lebih terkoordinir dan terstruktur, sehingga tidak terasa dan tidak diketahui oleh si pelaku bahwa mereka sudah menjadi korban dan sudah mengorbankan banyak orang.

Sipat dan sikap konsep Vandalisme jaman sekarang ini sudah memiliki perkembangan konsep ke arah jauh lebih halus sampai-sampai si korban tidak merasa bahwa mereka sudah dirusak menjadi korban, dan konsep ini sebenarnya sangat berbahaya, karena orientasi konsepnya terus tertuju kepada perusakan mental dan moral (akhlaq), atau lebih tertumpu kepada perusakan mental (sakit mental; sehingga dampaknya, perilaku indevidunya tidak ada lagi sopan-santun, rasa saling menghargai atau menghormati sesama manusia dan antara perserta didik dengan pendidik (guru) tidak ada lagi saling menghargai serta hilangnya nilai kerja sama yang tulus), perusakan mental dan membentuk jiwa perusak, senang keributan (sehingga banyak tauran antar pelajar dan antar kampung, penganiayaan anak terhadap orang tua, dan tindakkan-tindakkan ekstrim yang tidak bermoral lainnya), perusakan alam (sehingga terjadi longsor, banjir dimana-mana) dan dampak-dampak yang merusak serta merugikan lainnya.

Ini semua adalah turunan dari perilaku Vandalisme -- spiritualisasi (yakni; kerusakan-kerusakan spiritual manusia meuju kehancuran) yang saat ini sudah membentuk watak-watak jahanam, yang dilakukan oleh oknum-oknum yang berjiwa Vandalis yang beririentasi kepada feodalisme dengan tidak lagi mengopen kepada fitrah manusia itu sendiri dan tampa lagi memperdulikan rasa-perasaan yang dirasakan oleh manusia itu sendiri.

Sipat dan sikap vandalis ini lebih kepada tujuan perpecahan, jika ditinjau kepada kajian hobi dan bakat mahluk Tuhan yang sangat senang akan kehancuran, permusuhan dan perpecahan antara sesama, yakni jenis mahluk Iblis dan setan. Jadi, vandalis ini adalah perwujudan dari pengaruh iblis yang masuk melalui waktak-watak manusianya, sehingga orang-orang  yang sudah dikuasi oleh sipat-sipat Iblis dan setan sepenuhnya menjadi perusak spiritualitas setiap diri indevidu, akhirnya timbulah perusak-perusak bergaya halus dan berpendidikan di muka bumi ini.

Sipat-sipat dan sikap ini jelas jauh dan tidak mencerminkan keterpelajaran manusianya (akhlak) walaupun sudah pernah dan lama duduk dibangku sekolahan (berpendidikan tinggi), karena kelas-kelas vandalisme ini adalah kelas-kelas oknum manusia yang mengalami ketidak sehatan jiwa dan mentalnya sakit, sehingga tampak realisasi dari akhlaknya juga sudah lebih menunjukan kearah kerusakan yang tidak lagi berdiri kokoh di atas moral-moral kemanusiaan yang murni dan hakiki yang diajarkan oleh Tuhan.

Jika sikap ini ada di dalam dunia pendidikan jangan harap dunia pendidikan tersebut akan dapat mencetak generasi-generasi yang bermental baik dan bermoral mulia. Selanjutnya, jangan harap dunia pendidikan kita akan maju sesuai dengan cita-cita yang sudah ada, melainkan malah sebaliknya, yakni bertambah bobrok alias rusak, ini pasti rusak. Di sisi lain, jika dibiarkan hal ini akan dapat melahirkan perilaku-perilaku sekulerisasi dan terorisme-terorisme yang bergaya baru.

Pemangku kebijakan alias Pemerintah, kajilah kembali konsep pendidikan kita dengan jelas dan konsisten, jelasnya sesuaikan kembali dengan kontekstulnya, Kembalikanlah norma-norma dan nilai pendidikan yang bernilai holistik dahulu yang dahulu sempat mengarahkan para peserta didik kita lebih mengarah kepada nilai-nilai kemanusian, menjaga hubungan sesama mahluk/ manusia dan mengajarkan manusianya lebih kepada penyadaran diri dan mengarahkan manusianya untuk dapat menyadari terhadap kebesaran serta kekuasaan Tuhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat.

Kepada Pemerintah, jangan terlalu berpedoman sepenuhnya kepada konsep pembelajaran dan pengajaran yang dihasilkan oleh kajian barat bukan tidak boleh tetapi jangan berpedoman, terkacauali untuk perbandingan belaka, karena jika perdoman, belum tentu hasil penelitian mereka itu relevan dengan kondisi kita yang sebenarnya di semua pelosok  Nusantara ini, dan jangalah hasil dari penelitian yang objeknya hewan diterapkan kepada manusia, sangat tidak mungkin dan berbeda, watak, naluri, insting, dan daya nalar juga perasaannya dengan manusia. Tidak mungkin watak, naluri, insting, dan daya nalar juga perasaannya manusia sama persis dengan yang dimiliki oleh hewan dan dengan selain manusia. 

Jika ini langsung diterapkan kepada manusia, maka apa jadinya manusia itu, yang jelas sipat-sipat vandalism dan feodalisme akan mendominasi perwatakannya. Kemuian spiritualisasinya akanrusak dan sakut, oleh sebab itulah terjadi sikap Vandalisme -- Spiritualisasi yang akhir-akhir ini banyak terjadi di mana-mana (disekolah, di rumah tangga, di perkotaan, di kampung-kampung atau juga di perkebinan).

Harapan kepada pemerintah Indonesia khususnya bidang Pendidikan, mohon agar lebih selektif lagi di dalam memilih metode, pendekatan dan teknik pengajaran juga teori-teori yang hendak dimasukan kedalam pengaturan sistem, jangan asal jadi demi mendapatkan proyek, jika ini terjadi, maka tunggu kehancurannya, karena hal tersebut sangat sensitife kepada dampak vandalisme; spiritual, mental, moral (akhlak), dan lingkungan juga alam sekitar kita.

Untuk pengintegrasian metode, toeri dan pendekatan lain, hal ini butuh pengkajian secara mendalam, detail dan seksama secara kontekstual bukan secara non konteks, sebab hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran, watak, wawasan, dan pola pikir para peserta didik dikemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun