Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Kreta

17 April 2024   05:37 Diperbarui: 17 April 2024   06:21 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah berapa kali kubilang kurangi kecanduanmu pada beras. Selain kandungan glikemik-nya potensial melambungkan kadar gula dalam darah, tata kelola perberasan kita, apa boleh buat, payah! Masak Tonny (Koestono bin Koeswoyo) harus mengedit lirik "Kolam Susu" karena batang singkong di tanah surga ini mulai pintar membuahkan jagung.

Oke, lupakan sinisme macam itu sambil berdo'a semoga antrian beli beras murah yang jadi topik favorit Zhanna Dolgopolova kala menulis kumpulan anekdot "Mati Ketawa Cara Russia" yang kata pengantar edisi Bahasa-nya (Pustaka Grafiti, 1987) ditulis oleh Gus Dur tidak berubah jadi "Mati Ketawa Cara Nusantara". Tak ajak kamu pindah ke sudut pandang solutif.

Berulang kali juga kubilangi kamu agar punya visi diversifikasi dalam soal asupan nutrisi. Maksudnya, kalau cuma sumber karbohidrat, tanah kita dilimpahi keragaman hayati nomor satu sedunia. Atau harus kuingatkan lagi dongeng tentang Raja Faisal yang bergelimang petrodollar tapi cemburu karena akar tanaman di negerinya tak bisa dimakan? So, sambil menunggu gerombolan penguasa negeri ini bertambah cerdas seperti Kang Ony, Bupati Ngawi (gugling kalau ndak mau gagal paham) mari berhitung sejenak.

Dalam sehari kamu, iya.. kamu! rata-rata menandaskan 0,222 kilogram beras. Kali setahun, kali jumlah sesamamu manusia Indo, ketemulah kebutuhan beras nasional tiap tahun. Hitung sendiri, gunakan hapemu untuk fungsi-fungsi selain pansos. Habis itu, bandingkan dengan rerata kapasitas produksi beras para petani yang tenaga dan keringatnya habis kamu peras. Defisit kan? Ndak! Ndak usah kamu tambah variabel politik dalam hitung-hitungan ini, hang gawaimu nanti.

Makanya, kalau kamu masih punya secuil jiwa patriot warisan mbah-mbahmu yang memerdekakan negri ini, kurangi asupan berasmu. Jangan cuma julit dan berlagak miskin lalu diam-diam kompromi sama Ketua RT agar dapat bagian kupon Bansos Rastra. Malu anjay!

Aku cuma menyarankan sedikit kontribusi. 10%, tak lebih. Biar otakmu yang kadung penuh polutan digital itu mudah mencerna, gini bacanya: puasalah tiap sepuluh hari sehari (paham?), atau kalau takut lapar, was-was kurus, kuatir stunting, yang sehari dalam sepuluh hari itu ganti asupan karbohidratmu dari beras ke yang lain, yang murah, yang enak, yang tak kalah gizi.

Pintar! Maksudku memang Keladi (Colocaia esculenta) alias Kimpul, alias Bosil, aka Taro. Banyak sih sumber karbo yang lain, tapi Taro tetap highly recomended. Sebabnya, kalau tak jaim, Keladi gampang ditemukan di mana-mana walau jarang yang sengaja membudidaya. Kalau kamu tinggal di rumahku, umbi ajaib itu gratis. Tinggal nglithih bentar ke kapling-kapling belum laku di komplek perumahanku. Abaikan senyum absurd tetangga, itu saja syaratnya.

Taro the magic tuber (baliorganik.com)
Taro the magic tuber (baliorganik.com)

Tapi misal kamu lebih suka tinggal di rumahmu sendiri dan Taro tak tumbuh liar di kebon kosong, pergilah ke pasar. Sekilo paling cuma tiga ribu. Seperlima beras. Jadi kalau mau menolong negara dengan mengurangi 10% kebutuhan beras, kalau terpaksa Taro kudu beli, yang tadinya sepuluh hari sehari, kamu harus makan Taro sepuluh hari dua hari (sekarang kamu ngerti kenapa aku tidak menulisnya sepuluh hari dua kali). 10% itu sangat berarti buat Sri Mulyani.  Lagipula, bossnya Jeng Sri pasti kelimpungan kalau harus bagi-bagi berkarung Keladi misal mau nyariin pekerjaan yang mapan buat Kaesang nanti.

Ups, pinggir jurang ya? Ya udah, kembali ke topik. Berapa banyak sudah resep olahan Taro kubagikan padamu supaya kamu tak bosan? Ribet? Oke, ini yang gampang sesuai modemu yang gampangan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun