Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Minum" Boleh, Ngoplos Jangan!

28 Februari 2021   21:27 Diperbarui: 28 Februari 2021   21:44 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman keras fiktif "Pisang Jambon", sumber: buku Jaartallen Mannen 73, Leuven, Belgia

Bagi sebagian kalangan, bumi mendadak gonjang-ganjing dan langit kelap kelap saat pemerintah memasukkan industri minuman keras dalam daftar positif investasi (DPI) sejak tahun ini (Kompas, 24 Februari 2021).

Tumbuh dan besar di salah satu perkampungan yang padat dan cukup 'bronx' Jakarta, saya cukup paham salah satu alasan kuat pemerintah di balik keputusan itu.

Dengan memasukkan miras sebagai salah satu industri dalam DPI, pemerintah jelas ingin menekan konsumsi miras oplosan yang secara langsung memiliki dampak fatal yaitu kematian bagi yang mengonsumsi.

Kata oplosan sendiri adalah kata serapan dari kata kerja dalam bahasa belanda 'te oplossen' yang artinya ada tiga yaitu (i)melarutkan, (ii) mencampurkan berbagai cairan dan (iii) memecahkan masalah.

Minuman keras oplosan sendiri, bisa kita mengerti sebagai minuman keras tak berijin resmi yang dibuat tanpa prosedur yang jelas dan dibuat dengan mencampur berbagai bentuk alkohol yang beracun seperti metanol atau cairan yang jelas bukan untuk dikonsumsi manusia seperti air aki, autan, obat turun panas, sampo, dan lain lain.

Pengoplosan miras itulah yang terjadi misalnya di kampung saya dahulu kala yaitu saat beberapa teman saya mencampur lalu mengonsumsi minuman ringan dengan es batu dan spirtus yang harganya murah. Untung saja waktu itu, tahun 90an, teman-teman saya cepat dilarikan ke rumah sakit dan jiwanya masih terselamatkan.

Kalau ditanya apa alasan teman-teman sata itu mengoplos saya yakin jawabannya ada dua.

Pertama dari sudut pandang mereka sendiri, tentunya akan sesuai dengan definisi ke-3 dari kata 'te oplossen', yaitu mencari solusi atau pemecahan masalah. Masalah apa? Jelas masalah akses yang sulit untuk mendapat miras yang benar (!).

Kedua, dari sudut pandang saya sendiri, mereka mengoplos lalu menonsumsi 'miras homemade' mereka itu karena kurangnya pendidikan tentang konsumsi miras yang bijak.

Data WHO (2020) menunjukan bahwa secara rata-rata antara 2015 dan 2017, per tahunnya Indonesia mengonsumsi 0.8 liter alkohol murni per orang. Angka ini masih di bawah Malaysia, 0,9 liter alkohol murni per orang per tahun, Turki, 2,0, dan jauh lebih kecil dari Uni Emirat Arab, 3,8 atau rata-rata Asia Tenggara yang mencapai 4,5.

Yang menarik adalah bahwa data WHO tersebut menyatakan bahwa sekitar 62,5ri konsumsi alkohol di Indonesia adalah "unrecorded alcohol" atau alkohol tak tercatat yang di antaranya adalah alkohol selundupan dan alkohol yang dibuat oleh sektor informal baik yang legal maupun ilegal alias oplosan. Angka tersebut lebih tinggi dari rata-rata persentase alkohol tak tercatat di Asia Tenggara hanyalah sekitar 47%.

Studi dari Centre for Indonesia Policy Studies (CIPS) seperti dikutip VOA (2020) menyebutkan bahwa kematian terbesar yang terkait konsumsi alkohol disebabkan karena konsumsi alkohol oplosan. Penelitian CIPS bahkan memperlihatkan bahwa jumlah kematian akibat mengonsimsi miras oplosan justru meningkat pesat saat akses ke miras legal semakin dibatasi.

Akhirnya, memasukkan minuman keras dalam daftar positif investasi (DPI) berpotensi mengurangi konsumsi miras oplosan jika hal tersebut disertai dua hal: standardisasi dan edukasi.

Dengan standardisasi, pemerintah harus menangkap investasi yang nantinya masuk ke industri miras di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua untuk memperbaiki dan memutakhirkan proses produksi miras agar memenuhi standar yang layak. Berkembangnya industri miras lokal yang berstandar dan semakin menguasai pasar tentu akan mengurangi produksi miras oplosan.

Dengan edukasi, pemerintah harus secara tepat mengumpulkan dan mengelola pendapatan pajak industri miras untuk mencegah dan mengatasi segala dampak negatif atau eksternalitas dari miras itu sendiri. Salah satu yang harus diprioritaskan adalah pendidikan atau kampanye tentang bagaimana mengkonsumsi miras secara bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun