Mohon tunggu...
JOKO MURSITHO
JOKO MURSITHO Mohon Tunggu... -

SOSIOLOG - ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA PELATIH PEMBINA PRAMUKA.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Macet Jakarta

25 Januari 2014   18:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:28 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengatasi kemacetan Jakarta tidak boleh hanya dipandang dari sudut ekonomi, politik, dan sosial tapi mari kita juga memandangnya dari segi budaya.

Orang Indonesia sekarang yang gengsinya sangat tinggi, sengaja-atau tidak sengaja semuanya ingin dipandang sebagai golongan menengah ke atas - walaupun kalau bicara 'KAMI SELALU MEMBELA WONG CILIK"

Sungguhpun nantinya kendaraan umum diperbaiki, diperbanyak, MRT dibangun namun belum bisa begitu saja mengubah kemacetan Jakarta, bila budaya "INGIN MENUNJUKKAN SIAPA SAYA" tidak dihilangkan.

Pertanyaannya adalah: Apakah orang-orang yang sudah terlanjur punya mobil, anak-anaknya sudah dibelikan mobil, isterinya punya mobil sendiri, maupkah mereka beralih ke kendaraan umum?" Tanpa mengubah kebiasaan dan budayanya mereka tetap akan menggunakan mobil pribadi yang nota bene satu mobil satu penumpang.

Mungkin ide untuk mengubah melalui pendekatan ekonomi, dan budaya ini agak berlebihan dan penuh resiko bila diterapkan untuk mengatasi kemacetan Jakarta.

SOLUSI 1:

Buatlah pajak mobil pribadi kota Jakarta 25 kali lipat dari pajak yang ada sekarang ini, sedangkan pajak kendaraan umum tetap.  Bila langkah ini diterapkan maka  orang-orang Jakarta akan menjual mobilnya atau membeli mobil dengan nomor polisi Jawa Barat, atau Banten (model ini sama dengan Singapura yang memberlakukan pajak kendaraan pribadi sangat tinggi), Bila efeknya orang akan membeli mobil dengan nomor Jawa Barat atau Banten, maka solusinya  mobil dari luar Jakarta biaya tolnya harus lebih tinggi misalnya 5 kali lipat dari mobil-mobil kepunyaan orang Jakarta.

SOLUSI 2:

Pejabat tinggi (pegawai negeri sipil/pegawai swasta) diwajibkan memberi contoh dengan menggunakan kendaraan umum, agar pegawai rendahannya malu jika mereka menggunakan kendaraan pribadi.

SOLUSI 3:

Kantor-kantor dan perusahaan hendaknya berupaya membangun "asrama"  didekat kantor /perusahaan di mana mereka berlokasi; walaupun kondisi ini agak sulit tapi perlu dicoba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun