Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hukum Pengerusakan Lingkungan Hidup

11 Januari 2021   11:06 Diperbarui: 11 Januari 2021   11:45 1451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Indonesia masih jauh dari perhatian kerusakan lingkungan hidup. Tahun 2020 jumlah timbulan sampah nasional mencapai 67,8 juta ton. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 60% sampah Indonesia di dominasi sampah organik, kemudian diikuti sampah plastik (14%), kertas (9%), dan karet (5,5%).

Selain pembuangan sampah secara liar (sembarangan), banyak juga instansi/ perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan seperti reklamasi, penebangan hutan, dan pembungan limbah industri. Dampak paling terasa dari perusakan alam yang dilakukan oleh manusia adalah banjir, tanah longsor, polusi, dan pemanasan global.

Berdasarkan data dari BBC, peningkatan suhu di tahun 2050 bisa mencapai dua derajat celcius. Laporan terbaru dari Organisation for Economic Co-operation and Development memperkirakan bahwa kerusakan lingkungan di masa depan akan menyebabkan kualitas udara semakin buruk. Kondisi tersebut diprediksi bisa membunuh sekitar enam juta orang per tahunnya. Sedangkan laporan dari Climate Central menyatakan bahwa beberapa negara sebagian akan tenggelam di tahun 2050 karena naiknya permukaan air laut.

Hukum Negara

Komitmen pemerintah untuk mengatasi dan mencegah kerusakan lingkungan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM). Sebagai implementasi Konvensi Minamata untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari lepasan merkuri, emisi, dan senyawa antropogenik.

Setiap orang berperan dalam melindungi atau menjaga alam dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Hak menikmati lingkungan hidup yang sehat dan bersih juga harus diikuti dengan perilaku yang mengedepankan kepedulian terhadap lingkungan hidup itu sendiri. Dimulai dari membuang sampah pada tempatnya, tidak menebang pohon sembarangan, hingga mengurangi polusi saat melakukan kegiatan sehari-hari.

Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) No. 23 tahun 1997 merupakan peraturan/ kebijakan negara (pemerintah dan legislatif) untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Memberikan perlindungan hukum kepada warga negara agar mendapatkan lingkungan hidup yang layak dan sehat.

Dalam hukum pidana pasal 41 tentang Undang-undang Lingkungan Hidup, Individu atau organisasi yang sengaja mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup akan mendapatkan ancaman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Di pasal berikutnya, karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100. 000. 000,- (seratus juta rupiah).

Dalam PP No. 74 Tahun 2001 tentang penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), individu atau kelompok yang dengan sengaja melepaskan atau membuang zat, energi dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atas atau ke dalam tanah, ke dalam udara atau ke dalam air permukaan, melakukan impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan tersebut, menjalankan instalasi yang berbahaya, padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000. 000 (tiga ratus juta rupiah). Karena kealpaannya akan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).

Apabila pelakunya merupakan instansi berbadan hukum atau badan usaha, maka sanksi pidana seperti pasal 50 ayat (1), (2) dan (3), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah), dan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun