Mohon tunggu...
John Lobo
John Lobo Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi dan Penggagas Gerakan Katakan dengan Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Guru di SMA Negeri 2 Kota Mojokerto Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hal yang Tidak Disadari dalam Moderasi Beragama: Beragama Berdasarkan Perasaan

13 September 2022   21:45 Diperbarui: 13 September 2022   21:59 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tuan kopong.dok.pribadi

Oleh : Pater Tuan Kopong


Pelarangan pembangunan rumah ibadah masih saja terus terjadi. Kasus terbaru adalah di Cilegon (suara.com-07-09-2022). Sebagian oknum kaum muslim selalu takut dengan kehadiran agama lain di daerah mereka. Ketakutan berlebihan terhadap kehadiran agama lain yang memungkinkan adanya perpindahan agama lantas menjadi alasan untuk melakukan penolakan pendirian rumah ibadah agama lain selain mereka.

Perasaan mayoritas menjadi alasan penolakan dan bukan pada cara menghidupi kebenaran agama itu sendiri. Mayoritas dijadikan landasan untuk menentukan kebenaran ajaran agama dan bukan sebaliknya ajaran agama menjadi penentu kualitas hidup beragama. Kualitas hidup beragama tidak lagi ditentukan oleh kebenaran ajaran melainkan oleh perasaan mayoritas.

Perasaan yang dikedepankan dalam kehidupan beragama inilah yang kemudian membuat sebagian oknum menjadi baper, takut dan merasa terancam dengan kehadiran agama lain. Sejatinya harus disadari bahwa memilih agama apapun itu bukan karena perasaan; "bukan karena bagaimana perasaan kita" melainkan karena kebenaran yang meyakinkan kita bahwa itu benar.

Ini sama dengan sebagian umat Katolik yang hanya sekedar perasaan dan bukan karena kebenaran iman dari Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan berimana. Bagi sebagian umat, misa yang baik adalah yang kotbahnya tidak membuat boring, yang lagu-lagunya membuat semangat. Ini khan dalam tataran rasa perasaan.

Jika beragama karena kebenaran iman dari ajaran agama tersebut maka tidak akan pernah ada ketakutan dengan kehadiran agama lain. Dan karena kebenaran iman itu ada yang kemudian mengklaim sebagai agama yang paling benar tanpa menunding agama lain sebagai yang salah itu juga bukan sebuah kesombongan melainkan itu adalah sebuah tanda dari kehendak tulus untuk menemukan dan menghidup kebenaran iman dari agama tersebut secara benar dan baik.

Ketika saya mengatakan; "Yang berada di luar Gereja Katolik (Yesus Kristus) tidak ada keselamatan" itu adalah kebenaran iman yang saya imani, yang kemudian menggerakan saya dengan kehendak yang tulus untuk terus mencari kebenaran iman tersebut dan menghidupinya secara benar dan baik sebagai seorang Katolik tanpa meremehkan dan takut dengan kehadiran agama lain.

Selama kita beragama dengan lebih mengedepankan perasaan; "apakah kehadiran agama lain membuat saya merasa aman dan nyaman atau terancam" maka selama itu pula kehadiran agama lain akan dilihat sebagai musuh yang perlu dilarang untuk berada di daerah tersebut.

Tetapi ketika landasan cara hidup beragama kita adalah kebenaran iman yang diimani, maka kehadiran agama lain tidak pernah menimbulkan ketakutan dan ancaman melainkan justru membantu kita untuk mendapatkan dan menghidupi kebenaran iman yang diimani dengan teguh, baik dan benar.

Moderasi beragama sejatinya berangkat dari landasan kebenaran iman dan bukan karena perasaan. Selama moderasi beragama hanya sebatas pemahaman, penerimanaan dan penghargaan terhadap perbedaan maka selama itu juga memelihara perasaan "asal atau yang penting tidak meninggung mereka" maka ketika ada penolakan pembangunan rumah ibadah yang minoritas merasa terteken dan memilih; "sikap diam, tidak usah melawan daripada tambah kacau."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun