Mohon tunggu...
yohanis lando
yohanis lando Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingkah Pendidikan dalam Keluarga?

7 Mei 2019   11:37 Diperbarui: 7 Mei 2019   11:41 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan sejatinya mengandung maksud yang luhur; baik pendidikan formal, nonformal maupun informal. pendidikan formal menyangkut proses pembelajaran yang menggunakan kurikulum/punya sistem, dan dalam kontrol pemerintah. Pendidikan ini meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. 

Pendidikan nonformal mencakup pendidikan tambahan di luar jalur pendidikan formal yang bisa terstruktur dan berjenjang, misalkan bagi anak-anak ada play group, pendidikan anak usia dini, atau juga berupa kursus-kursus seperti musik. Sedangkan pendidikan informal merupakan pendidikan yang tidak menggunakan kurikulum, salah satunya adalah pendidikan dalam keluarga. 

Pendidikan formal, nonformal maupun informal sebenarnya bertujuan untuk melatih kemampuan setiap individu agar dapat membangun harmonisasi dengan alam dan masyarakat, punya tingkah-laku yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan menginternalisasikan nilai budaya dan agama yang hidup di tengah masyarakat. 

Sehingga, diharapkan pendidikan dapat membentuk manusia yang dewasa dan beradab, tahu menempatkan diri, dan bisa menampilkan diri yang otentik di tengah perbedaan. Perbedaan merupakan keindahan yang harus disyukuri, dan bukan suatu masalah. 

Muncul pertanyaan: apakah masih penting pendidikan informal dalam keluarga? Kenyataan yang ada, jika kesibukan datang karena tuntutan pekerjaan, orang tua kadang menjadikan pekerjaan sebagai excuse(alasan) tidak adanya kebersamaan dengan anggota keluarga. Bahkan ada yang pergi bekerja pagi hari, dan pulang larut malam ketika anak mereka sudah tertidur. Apakah kehadiran orang tua dan nasehat-nasehatnya masih dibutuhkan oleh anak-anak?

Jika anak menjadi pribadi yang mengurung diri dari lingkungan sosial/takut berelasi, tidak percaya diri, minder, pesimis, selalu gugup di depan umum, adakah yang kurang dari mereka? 

Padahal jika melihat tubuh fisik mereka normal (tidak ada cacat fisik), mungkinkah mentalnya yang bermasalah? Jika mengamati situasi lain, ada anak yang sangat brutal, tindakannya selalu meresahkan, anak yang membangkang dan pandang enteng (anggap remeh) bahkan dengan orang yang lebih tua, tutur katanya tidak senonoh, atau juga pernah heboh di media massa yang mana beberapa siswa SMP dan salah satu orang tua ikut memukul gurunya. Jika melihat hal itu, apakah ada yang salah dengan pendidikan di sekolah? 

Lalu bagaimana respon keluarga di rumah yang adalah basis pertama pendidikan anak, yang bertanggung-jawab atas masa depan buah hatinya? Orangtua kadang keliru, karena sekolah dijadikan tempat pendidikan utama bagi anaknya. Anak diserahkan ke sekolah dan mereka 'seolah-olah' lepas tangan. Jika anak nakal, maka guru yang disalahkan. Sehingga 'gelar' yang pantas untuk buah hatinya bukan lagi anak mama/papa melainkan anak guru.

Jika melihat pendidikan dalam keluarga, semuanya terjadi secara normal. Anak-anak diajarkan cara berdoa, anak-anak diajarkan nilai-nilai moral; kejujuran, kepedulian, berempati, toleransi.

 Anak juga diajarkan pentingnya membangun kebersamaan; lewat makan bersama, waktu rekreasi bersama. Itulah bentuk-bentuk pendidikan dalam keluarga. 

Hal ini bisa dialami, jika keluarga menaruh perhatian untuk perkembangan anaknya. Bagaimana dengan orangtua yang punya kesibukan karena tuntutan pekerjaan, dan mengorbankan keluarga; tidak punya waktu untuk bersama, memberi nasehat, memberi motivasi dan penguatan atas kegagalan, mendengarkan cerita anaknya, situasi sekolahnya, teman-teman barunya atau juga memberi apresiasi atas keberhasilannya? 

Atau yang lebih fatal lagi, ketika anak tinggal dalam keluarga yang broken home, keluarga yang hari-harinya diwarnai pertengkaran, anak meihat kekerasan, kesedihan, tak ada sukacita dan cinta yang harusnya ia alami. Orangtua bisa jadi tidak peduli dengan kepribadian anaknya: "yang penting harus cerai", "yang penting saya(orang tua) tidak menderita", mencari kenyamanan dirinya dan anak urusan kedua. 

Mental anak-anak kebanyakan hancur karena pendidikan tentang kehidupan yang baik, sejatinya boleh dialami dalam keluarga, tetapi hal itu tidak dikondisikan oleh orangtua, tidak ada keteladanan hidup. Padahal anak ada dan lahir, karena cinta orangtuanya. Ketika orangtua mulai bertengkar, ia(anak) kadang ada di sana, agar orangtua tidak saling bertengkar dan berdamai. Namun karena luapan amarah, orangtua tidak menghargai keberadaan anaknya yang menjadi bukti kesatuan cinta mereka. 

Bahkan ada anak yang menjadi korban pelampiasan kekecewaan dari hubungan yang tidak harmonis. Kalau orangtua bertengkar, kata cerai janganlah masuk dalam ruang keluarga. 

Jika hal itu terjadi, anak akan merasa bahwa dirinya tidaklah ada artinya. Ia yang sejatinya buah cinta kedua orangtua, tidaklah menjadi jaminan kebersamaan. Sehingga hal ini bisa berdampak pada rasa kecewa dan putus asa, jika tidak sanggup menahan beban ini dengan pendampingan yang intens, anak akan jatuh dalam cara-cara yang salah.

Sudah sepatutnya orangtua sadar bahwa pendidikan di rumah merupakan kebutuhan hakiki dan penting bagi si buah hati. Nilai-nilai dan keteladanan yang ditunjukkan orangtua, akan menjadi cermin bagi anak untuk lebih percaya diri dalam memulai hidupnya. Ketika anak pergi dari rumah dengan suasana hati yang tenang, damai dan bahagia, maka di sekolah ia akan tampil dengan percaya diri dan merasa bahwa ia berharga. 

Tantangan masa kini adalah menyempatkan waktu untuk bersama, membangun kontak mata dan komunikasi. Kesibukan pekerjaan bisa menjadi senjata pamungkas membela diri untuk tidak kumpul bersama, "kerja juga kan untuk kebaikan keluarga". 

Namun, manusia adalah makhluk sosial, ia bisa bertumbuh sehat baik fisik maupun mental, bukan hanya dengan makanan saja, melainkan dengan relasi; perhatian dan cinta. Material tidak menjamin kebahagiaan, sebaliknya cinta saja pun tak cukup. Butuh keseimbangan antara yang 'material' dan cinta kasih. 

Pendidikan dalam keluarga yang menumbuhkan, merupakan bentuk kongkrit cinta orangtua bagi sang buah hati. Pendidikan dalam keluarga penting, dan setiap anak membutuhkan hal tersebut.  

    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun