Mohon tunggu...
Johan Wahyudi Lukas
Johan Wahyudi Lukas Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi Membaca Buku

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Selidiki Aku (Mzm. 26:2)

19 November 2023   21:29 Diperbarui: 19 November 2023   21:30 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seperti kita telah renungkan bersama di hari sebelumnya. Bahwa dunia kita sedang mengarahkan kita kepada arah dan tujuan yang keliru. Sehingga tak heran kita dibawa kepada kebisingan, kesibukan, keruwetan, dan lain-lain, termasuk kita dibawa kepada kenikmatan yang bersifat fana. Oleh sebab itu, kita selalu menantikan masa-masa liburan, termasuk weekend, supaya kita bisa healing. Namun, hal tersebut bersifat fana dan destruktif. Oleh sebab itu, mari kita bertanya pada diri kita masing-masing. Kapan kita terakhir kali mendengar firman Tuhan dengan sungguh-sungguh? Bukan untuk/supaya kita dapat mengalihkan diri atau menghindari dari segala kebisingan dan kesibukan yang ada di dalam dunia, tetapi supaya kita memiliki bekal untuk menghadapi dan melawan segala tantangan yang ada di dalam dunia yang sudah rusak ini.

Kapan terakhir kali kita mendengarkan firman Tuhan sungguh-sungguh? Tentu yang dimaksudkan adalah tidak hanya sekadar mendengar, lalu kita lupakan begitu saja. Tetapi kita menyimpan firman Tuhan di hati dan pikiran kita, serta kita membiarkan firman Tuhan dan Roh Kudus bekerja secara bebas untuk mendidik, mengoreksi, dan membentuk kita. Seperti dalam 2 Timotius 3:16, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." Pertanyaannya, apakah kita sudah rela membiarkan firman Tuhan dan Roh Kudus bekerja secara bebas untuk mendidik, mengoreksi, dan membentuk kita? Atau, kita adalah orang Kristen yang tidak pernah bertumbuh di dalam kebenaran firman Tuhan, karena kita tidak pernah rela membiarkan Tuhan dan firman-Nya bekerja secara bebas untuk membentuk diri kita. Atau, selama ini kita pergi ke gereja. Kita membaca kebenaran firman Tuhan. Kita ikut pelajaran agama Kristen (Christian Studies). Itu semuanya hanyalah formalitas saja, karena kita disebut orang Kristen. Bahkan, saat kita pergi dan beribadah sekolah minggu, karena kita terpaksa ikut sekolah minggu. Atau pun, kita pergi dan ikut ibadah remaja/pemuda. Itu semuanya hanya karena formalitas dan terpaksa saja. Jikalau benar demikian, maka hal tersebut sangatlah miris sekali.

Kapan terakhir kali kita mendengarkan firman Tuhan sungguh-sungguh? Hal ini harus menjadi pertanyaan kita yang mendalam. Seperti yang dikatakan oleh pemazmur, "selidikilah batinku dan hatiku." Selidikilah hatiku, selidikilah hatiku, selidikilah hatiku, dst. Seharusnya kita juga mengungkapkannya di dalam hati dan pikiran kita. Bahkan, Mzm. 139:23 berkata, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku." Mungkin kita bertanya, "kenapa kita perlu menyelidiki diri kita?" Mungkin kita berfikir bahwa kita ini orang baik, sebab kita tidak mencuri, berzinah, berbohong, dan lain-lain. Dan, coba kita perhatikan dari Mat. 5:21-22, "Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh, siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: kafir! Harus dihadapkan ke Mahkamah Agama .... dst." Bahkan, ketika pemuda kaya yang menyombongkan dirinya, bahwa dia mengklaim bahwa dia sudah mengerjakan hukum taurat dengan tepat dan benar. Namun, Yesus berkata, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku" (Mat. 19:21). Lihatlah apa yang terjadi? Mat. 19:22, "Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya." Inilah yang dipahami oleh si pemazmur bahwa Allah dapat melihat isi hati dan pikiran kita yang paling dalam. Kita bisa menyembunyikan kebusukan kita di hadapan orang lain, tetapi kita tidak bisa menyembunyikan itu di hadapan Tuhan. Mari kita belajar untuk introspeksi diri kita. Kita belajar untuk menyelidiki hati kita. Kita belajar untuk menguji diri kita. Apakah benar kita sudah rela membiarkan firman Tuhan dan Roh Kudus bekerja secara bebas untuk mendidik, mengoreksi, dan membentuk diri kita? (JWL)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun