Mohon tunggu...
Johan G.M Pardede
Johan G.M Pardede Mohon Tunggu... Lainnya - Asliii

Selalu memandang masalah secara objektif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila Bukan Sekadar Isapan Jempol

2 Juni 2020   22:52 Diperbarui: 2 Juni 2020   22:55 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Baru-baru ini kita memperingati hari lahirnya Pancasila. Pada tahun-tahun sebelumnya Pancasila diperingati dengan hari libur dan upacara bendera. Untuk tahun ini tampak berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini sekadar "libur saja" dan upacara tidak diadakan karena pandemik COVID-19.

Pancasila selalu diperdebatkan dalam beberapa hal, baik dari asal usul maupun kandungan nilainya. Tak pelak, muncul pertentangan yang semula dalam bentuk argumen berujung menjadi pemberontakan.

Pancasila memegang fungsi sebagai ideologi negara. Semulanya, banyak hal-hal yang dipertentangkan dalam isinya. Mulai dari sila pertama hingga sila kelima. Sila pertama awalnya, bukanlah seperti yang kita ketahui sekarang ini, melainkan ada tujuh kata yang dihapuskan, sebelum dikumadangkannya proklamasi kemerdekaan.

Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kata-kata tersebut yang menjadi polemik. Masyarakat bagian timur khususnya, mempertentangkan kata-kata itu. Mereka beranggapan bahwa jika dicantumkannya kata-kata itu, sama saja dengan negara yang tidak lagi menaungi mereka. Melihat itu, maka Bung Hatta segera mengubah kata tersebut menjadi Yang Maha Esa. Sehingga sila pertama berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa."

Sementara, sila kelima dianggap bagian dari golongan kiri, sebab frasa keadilan sosial merupakan citra diri yang melekat pada golongan kiri. Perlu diketahui bahwa Pancasila merupakan hasil konsensus dari pendiri bangsa. Dalam pelaksanaan sidang BPUPKI, para anggota sidang terdiri atas kubu nasionalis dan kubu agamis. Mereka berdebat sengit dalam perumusan negara.

Pancasila menjadi titik temu dari beragam pandangan yang disampaikan mereka. Yang penting kita ketahui, bahwasannya Pancasila merupakan wujud dari kebulatan tekad pendiri bangsa, agar Indonesia mempunyai pandangan hidup.

Pancasila sudah ada dalam DNA masyarakat Indonesia sejak dahulu kala. Embrionya sudah kelihatan dari prinsip yang dianut dalam Kerajaan Majapahit, yaitu Batu Bersendi Lima. Isinya memang tidak sama persis akan tetapi kandungannya miriplah dengan Pancasila sekarang ini.

Istilah, Pancasila dikumandangkan oleh Bung Karno ketika pelaksanakan sidang BPUPKI. Istilah tersebut didapat Bung Karno dari temannya yang ahli dalam Bahasa dan isinya didapatkan ketika ia sendiri bermenung di bawah pohon di daerah Ende pada masa pengasingan.

Sudah banyak pergejolakan di negeri ini, yang mempersoalkan ideologi Pancasila. Mulai dari pemberontakan DII/TII sampai komunis. Mereka berpandangan bahwa Pancasila tidak memiliki alasan yang real dalam menanungi segenap bangsa Indonesia. Dan menghalalkan berbagai cara untung merongrong kewibawaan Pancasila.

Seperti yang kita ketahui, pemberontakan-pemberontakan tersebut berujung pada kegagalan. Pancasila kembali tegak berdiri dan lekas terbang menaungi seluruh Indonesia. Pancasila terbukti kemampuannya tidak sekadar simbol atau isapan jempol. Pancasila sudah menjadi ciri khas dan kesatuan dalam tubuh NKRI.  Sudah sepatutnya sebagai generasi muda, kita tetap mempertahankan keutuhan Pancasila. Kalau bukan kita, siapa lagi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun