Nama sapaan itu jadi merek dagangan, dan laris. "Angkringan & Bakmi Jawa  Mas Timbul" sudah dikenal sebagai salah satu tempat yang asyik untuk nongkrong, sambil menikmati sajian Bakmi Jawa dan lainnya.
"Saya dulu dipanggil dengan Timbul, mengambil nama dari pelawak legendaris Srimulat. Saat mendirikan angkringan ini, nama itu saya pakai,"tutur Heru Saputra, pemilik angkringan Mas Timbul sambil terkekeh.
Timbul yang merupakan pelawak senior, juga pemain kesenian tradisional dan sinetron, dikenal dengan kesukaannya memperkenalkan diri "Nama saya Heru, Heru Sutimbul". Dari situlah Heru kemudian sering dipanggil dengan Timbul oleh teman-temannya.
Malam itu, angkringan yang berlokasi di Jl. Jambon (Timur Sindu Kusuma), Sleman, Yogyakarta  masih belum ramai. Di tengah tampak terdapat alat musik. "Ini untuk teman-teman yang mau mengamen," jelas Heru.
Selain bakmi Jawa, dikenal juga dengan bakmi godhog, menu yang ada Bihun, Nasi, Magelangan yang bisa dipesan goreng atau godhog. Selain itu juga tiga jenis Rica-rica yakni Balungan, Mentok dan Ayam.
Bakmi Jawa merupakan salah satu makanan khas khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Dulunya dikenal dengan istilah bakmi rebus atau dalam bahasa jawa disebut dengan Bakmi godhog yang dimasak dengan bumbu dan rempah yang khas masakan Jawa.
Diluar negeri seperti di Singapura dan Malaysia, Bakmi Jawa dikenal dengan sebutan mee rebus meskipun sebenarnya memiliki banyak variasi seperti Bakmi goreng. Bahkan penjual Bakmi jawa di Yogyakarta pasti juga menjual nasi goreng di dalam menu masakannya.
Bisnis angkringan Bakmi Jawa bagi Heru sudah lama jadi obsesinya. Baginya, makanan yang populer itu bukan semata punya wong Jogja. Ia ingin Bakmi Jawa bisa dikembali pada pakem dan pamornya.
Pakem diartikan Bakmi dengan ayam Jawa, bukan ayam merah (lehorn), agar rasa khasnya tidak berkurang.
Meskipun ada yang memesan dengan jumlah posri yang banyak, namun penjual bisanya membuatnya tetap satu persatu porsi menggunakan wajan yang kecil. Tidak diolah secara missal secara berbarengan. Hal tersebut akan menjaga rasa Bakmi Jawa sehingga tetap khas di lidah.
Sedangkan pamor itu bermakna Bakmi Jawa semestinya bisa tersebar dimana-mana. "Tak usah orang Jawa, wong Jogja saja ada di seluruh dunia. Kalau rumah makan Padang bisa di mana-mana, kenapa Bakmi Jawa gak bisa," kata Heru dengan nada serius.
Ia pun memberi kesempatan bagi siapa saja yang ingin membuka usaha Bakmi Jawa, bisa belajar di angkringan Mas Timbul. Gratis untuk belajar di sini, mulai dari belanja bahan-bahan, pengelolaan usaha hingga bagaimana berpromosi.
Tiga pengusaha Bakmi Jawa sudah ditelorkan dari praktik kerja nyata di angkringannya. Dua buka usaha di Jakarta, satunya di Jogja. Bagi Heru hal itu sangat menggembirakannya, karena bisa membuat orang berkarya, apalagi membawa Bakmi Jawa keluar Jogja.
Apalagi jiwa merantau orang Jawa dinilainya masih kurang dibanding dengan warga Padang. Padahal Bakmi Jawa dan masakan Padang punya kesamaan yakni sama-sama menu sehari-hari.
Akademi
Heru yang memulai usahanya dengan menjual mobil itu tak hanya ingin membuat Bakmi Jawa ada dimana-mana. Ia memendam keinginan adanya lembaga pendidikan khusus Bakmi Jawa, semacam Lembaga Pendidikan Kejuruan (LPK).
Saat berlangsung Pasar Malam Sekaten 2018 lalu, Heru sempat membuka angkringan dan memasang spanduk "Akademi Bakmi Jawa".
"Mungkin bukan akademilah, semacam LPK agar masakan ini pun bisa dipelajari secara ilmiah. Di LPK itu nanti ada kurikulumnya, seperti pemilihan bahan baku, standar pelayanan, pembuatan menu, standar masak bagi koki, kebersihan, manajemen usaha dan lainnya," jelas Heru.
Idealismenya pun tetap ia terapkan dalam berbisnis. Di angkringan Mas Timbul yang saat ini memiliki 13 karyawan, semuanya anak-anak muda yang tinggal di Jogja. "Anak-anak muda bermasalah, baik di bidang sosial, pendidikan dan lainnya, tapi punya kemauan untuk kerja keras, kemauan untuk berusaha" tambahnya.
Apa rencana lain dari Heru yang lulusan  S2 Marketing UGM itu? Selain membuka cabang di Jogja pada tahun 2019 ini ia ingin membuka dapur bagi pelanggan. Nantinya disediakan gerobak dengan peralatan dan bahan. Pelanggan akan diajari memasak Bakmi Jawa.
Di angkringan yang setiap hari Selasa minggu I dan III libur itu Heru terus merajut mimpinya. Ia tak sekedar bermimpi tentunya, karena telah melakoninya yakni membuka usaha dan memberi tempat bagi anak-anak muda.
Ia pun tak melupakan ujar-ujar, ajaran orang tua yang sesungguhnya masih relevan di era milenial ini. Setidaknya seperti pada hari dimana angkringan itu libur. Selasa yang bagi orang Jawa adalah selo seloning menungso; artinya tidak terlalu ramai. Hari yang  tidak terlalu sibuk sehingga banyak kesempatan untuk ibadah.
Melalui penularan pengetahuan dan praktek bisnis yang dilakoninya, serta upaya nyata lebih memassalkan Bakmi Jawa Heru telah menjalani ibadahnya. ***