Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas, pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, 30 pengarang dongeng terbaik Kemdikbud 2024, pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Pena, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

(Sebaiknya) Kita Belajar dari Peristiwa Ini

15 September 2011   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:56 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebut saja Iwan, (39) tahun, berprofesi utama sebagai guru. Saat ini, Iwan sedang membenahi beberapa bagian rumahnya. Iwan adalah pecinta tanaman dan barang antic yang terbuat dari kayu. Oleh karena itu, Iwan suka berjalan-jalan melihat barang-barang antic yang dijual di pasar loak. Kadang Iwan menemukan barang-barang antic yang cukup menarik dan bernilai seni tinggi, tetapi dijual dengan harga miring. Bahkan, barang itu berharga terlalu murah.

Seperti yang dilakukan Iwan siang tadi. Iwan pergi ke pasar genteng di daerah Gemolong. Dahulu, Iwan pernah membeli genteng bekas ke sana dengan harga relative murah. Ketika itu, Iwan menemukan beberapa barang antic. Karena ingin melengkapi koleksi barang-barang antic, Iwan ingin membeli beberapa barang lagi yang akan dipajang di rumahnya.

Tiba-tiba, Iwan terpesona oleh sebuah barang. Sebatang bonsai pohon asem. “Cantik banget” batin Iwan. Bergegas Iwan menuju ke toko itu. Iwan ingin mengetahui bonsai itu dari jarak dekat. Setelah itu, Iwan makin terpesonakan oleh penampilan tanaman kerdil yang sudah tua itu. Iwan pun menimang-nimang bonsai itu.

Karena tertarik dengan bonsai itu, Iwan pun bertanya kepada si penjual, “Berapa dijual, Pak?”

Dengan santainya, pedagang itu menjawab, “300 ribu!”

Sepertinya pedagang itu memandang Iwan dengan rasa agak curiga. Mungkin penampilan Iwan yang nyentrik: celana pendek di atas lutut, sandal jepit, kaos oblong, dan bermotor. Pagi itu, Iwan memang berpenampilan berbeda seperti biasanya. Iwan ingin berpenampilan praktis saja.

Agak jauh dari bonsai, sebuah kursi antic terpajang di sana. Sontak Iwan pergi menuju kursi. Lalu, Iwan pun melihat-lihat keindahan kursi antic itu. Kursi yang dibuat dari jati kuno dengan desain sederhana penuh pesona. Iwan dibuat takjud dengan kesederhanaan kursi tetapi kaya seni. Iwan pun duduk di atas kursi antic itu. Nyaman sekali!

“Pak, masih ada barang lain selain kursi ini, Pak?” tanya Iwan kepada pedagang itu. Lagi-lagi pedagang itu menjawab pertanyaan Iwan dengan rasa kurang suka.

“Banyak. Lihat saja di rumah” jawab pedagang itu sambil menyulut rokoknya. Iwan pun berusaha masuk ke rumahnya. Alangkah terkejutnya Iwan. Di rumah itu, beberapa jenis perabotan rumah tangga antic terpajang. Ada meja, kursi, bangku, lemari kursi malas dan lain-lain. Iwan sangat berbinar melihat barang-barang itu. Iwan pun melihat-lihat semua barang itu dengan penuh suka-cita. Setelah puas melihat-lihat semua barang, Iwan pun mendekati penjual.

“Pak, berapa harganya untuk barang-barang itu?” tanya Iwan sambil menuding dan menghitung semua barang yang tadi dilihatnya. Ada 12 barang antic dan bonsai.

“10 juta” jawab pedagang dengan mimic kurang sopan dan sekenanya.

Lalu, Iwan pun mengambil dompet di sakunya. Iwan pun menghitung semua uang yang dibawanya. Ada tiga juta rupiah. Lalu, uang itu disodorkan kepada sang pedagang.

“Pak, ini uang muka dulu. Saya akan pergi ke ATM untuk mengambil kekurangannya” ucap Iwan sambil menyerahkan uang yang dipegangnya. Dan pedagang itu pun terkejut bukan alang kepalang. Ucapannya disambut kesungguhan sang pembeli.

“Kapan semua barang itu dikirim ke rumahku, Pak?” tanya Iwan selanjutnya.

Dan pedagang itu menjawabnya penuh keramahan, “Besok sore saja ya, Pak. Nanti semua saya kirim ke rumah Bapak. Biar saya bersihkan semua barang-barang itu, Pak. Minta alamat rumah Bapak saja.”

Iwan pun merogoh sakunya. Sebuah kartu nama diberikan kepada pedagang itu. Dan lagi-lagi pedagang itu dibuat terdiam.

Begitulah kebanyakan kisah kehidupan. Kita sering terpesonakan oleh gemerlap dan gelamornya penampilan. Kita suka menyebut bahwa orang kaya adalah orang yang bermobil. Kita sering menyebut orang sukses sebagai orang yang suka menampakkan diri dalam bentuk rupa harta secara kasat. Sungguh kita sulit menerka kebaikan dan keburukan orang melalui penampilan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun