[caption id="attachment_249539" align="alignleft" width="150" caption="Sumber: http://www.google.co.id/imglanding?q=gambar%20piala&imgurl=http://www.shalimow.com/wp-content/uploads/2010/06/sejarah-piala-dunia-1930.jpg&imgrefurl"][/caption]
Setiap atlet yang bertanding, pasti dia berharap agar gelar juara dapat diperolehnya. Untuk mendapatkan gelar juara itu, dia berusaha mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, dia pun berlatih sedari awal dan berman secara sungguh-sungguh. Jika sudah bersungguh-sungguh, barulah dia memasrahkan dirinya kepada Tuhan.
Saat itu, kita pun berada dalam situasi kompetisi.Sebuah pertandingan dan pergulatan untuk menjadi pemenang. Setiap diri di antara kita selalu berharap agar Tuhan memberikan ”piala kemenangan” itu kepada kita.
Namun, sepertinya Tuhan tidak percaya. Mengapa demikian? Ada satu hal yang dapat digunakan sebagai indikator: ketidakkonsistenan menjaga semangat. Pada awalnya, kita begitu baik mempersiapkan diri untuk bertanding. Kita begitu meriah menyambut pertandingan itu.
Begitulah sikap kita menjelang Bulan Ramadhan itu datang. Kita diliburkan oleh institusi tempat kita bekerja atau belajar. Pimpinan begitu memahami kebutuhan karyawannya. Lalu, kita pun mandi junub atau dikenal dengan istilah padusan.
Setelah itu, semangat kita terlihat pada kegiatan tarawih berjamaah. Lihatlah, betapa banyak jamaahnya. Begitu melimpah hingga meluber dan memenuhi jalanan. Sebuah pemandangan yang teramat menakjudkan.
Namun, semangat itu kini meluntur. Barisan jamaah maju dan tinggal beberapa baris. Ternyata, kita tidak kuat menahan godaan. Syetan dengan lihainya ikut dalam barisan itu. Mereka – para syetan – membisikkan semangat toleransi. ”Tidak salat tarawih tidak apa-apa. Tuhan tidak akan marah. Kamu ’kan belum belanja lebaran. Nggak takut kehabisan bekal untuk mudik?”
Begitulah bisikan syetan. Dan bisikan itu ternyata berhasil. Satu per satu di antara kita berguguran semangat salat berjamaah. Mereka berpindah berjamaah ke supermarket, mal, hypermarket, dan pusat perbelanjaan lainnya. Mereka – kita – tidak lagi mempedulikan bahwa niatan itu bisikan syetan. Maka, terlihatlah antrean panjang sekadar untuk memarkir mobil di pusat perbelanjaan itu. Sungguh pemandangan yang teramat memilukan.
Saat ini, kita berada di babak final. Lima hari lagi, pertandingan ini akan dipungkasi oleh Tuhan. Dan kita lagi-lagi tidak menyadari kondisi itu. Akankah Tuhan memberikan ”piala kemenangan” itu kepada kita? Memang Tuhan Maha Pemberi. Namun, Tuhan tidak bodoh. Tuhan pasti memberikan ”piala kemenangan” itu kepada atlet yang layak berpredikat sebagai juara.Atlet yang mampu menjaga konsistensi ibadah sejak awal hingga akhir Ramadhan. Semoga atlet itu adalah kita. Ya, kita dianggap Tuhan layak berpredikat sebagai juara karena kita masih bersikap konsisten dan tetap mempertahankan semangat Ramadhan.
Marilah kita kecewakan daya upaya syetan. Marilah kita pertahankan semangat Ramadhan. Dengan segala kemampuan yang kita miliki, pasti ”piala kemenangan” itu diberikan Tuhan kepada kita. Kita memang layak jadi pemenang. Namun, benarkah itu? Hanya Anda dan Tuhan yang tahu. Selamat malam, selamat menikmati malam Ramadhan, dan semoga bermanfaat. Terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI