Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uban, Lebih baik dari Dunia dengan Segala Isinya

18 Februari 2020   09:46 Diperbarui: 18 Februari 2020   09:49 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kawan, bank itu lembaga kepercayaan. Untuk bisa berdiri tegak dalam percaturan dunia perbankan nasional maka harus dijaga reputasinya.

Kalau ditanya siapa yang paling bertanggung jawab dalam memelihara kepercayaan, menjaga martabat, menegakan reputasi bank BRI Cabang Surakarta-Sudirman periode 1993-1998, orang akan teringat nama Lapori. 

Dedikasinya yang tinggi membuat reputasi kantor cabang senantiasa terjaga dalam periode itu. Bila tidak, mungkin nama kantor cabang terbesar di kota Solo itu sudah tenggelam, seperti tergerus abrasi Sungai Pepe, di samping Pasar Gede dan hanyut sampai ke muara di pantai selatan.

Lapori adalah petugas laporan bank umum, LBU. Tempat kerjanya berada di lantai 2, berupa ruangan khusus paling belakang.

Ruangan seluruh pekerja hampir seluruh dindingnya berjendela kaca. Dengan demikian mereka bisa dengan mudah memandang keluar melalui jendela kaca. Yang tempat duduknya dekat dinding depan bangunan, bisa leluasa memandang kendaraan yang lalu lalang di Jalan Sudirman atau bahkan bisa melihat aktivitas pns di halaman walikota di seberang jalan. Yang duduk di sebelah kanan bisa memandang air yang mengalir di Sungai Pepe dan kesibukan orang berjual dan beli di Pasar Gede. Untuk yang meja kerjanya dekat dinding sebelah kanan bisa sepuasnya memandang dinding tembok pembatas Kantor Telkom.

Ruangan Lapori, dinding belakang temboknya tidak berjendela, tetapi bagian muka, sisi kiri dan kanan seluruhnya berdinding kaca yang diberi tirai. Dari situlah, kalau mau Lapori bisa sesukanya mengintip seluruh pekerja di lantai 2. Tetapi, itu tidak pernah dilakukannya, ia lebih suka memolototi layar komputer sejak pagi sampai sore bahkan malam hari kalau terpaksa harus lembur. 

Ia berhenti memandang layar monitor hanya bila ia sedang makan siang, pergi ke toilet, shalat fardu, hari libur, hari libur panjang atau menjalankan cuti. Ruangan itu selalu terkunci, saat ia tak ada bahkan hanya untuk ke toilet.

Ruangan itu tidak terlalu luas. Hanya memuat 2 meja kerja, 2 kursi, dan 1 lemari arsip. Meja pertama adalah meja kerja Lapori, di atasnya terdapat 2 monitor komputer, 2 keyboard, tumpukan print out laporan, dan menyisakan sedikit lahan untuk ia membuat catatan. Meja yang satu lagi tempat menyimpan rantang alumunium 2 susun; satu wadah nasi satu lagi untuk lauk pauknya; satu termos air panas dan cangkir plastik. 

Setiap pagi ia mengeluarkan peralatan makannya dari kantung anyaman plastik layaknya untuk belanja sayur di pasar di atas meja itu, sorenya mengemasi bekas makannya ke kantung plastik lagi. Di dinding belakang dua paku tertancap untuk menempelkan kalender dan mengaitkan jaket kanvas hitam miliknya.

Dalam modul OJT, aku harus belajar seluk beluk laporan di kantor cabang. Aku pun menemui Lapori di ruangan kerjanya.

"Pak Ri, boleh saya belajar laporan sekarang?" Aku melongok dari pintu ruangan kerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun