Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kemeja Putih

22 Januari 2020   19:43 Diperbarui: 22 Januari 2020   19:48 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekalipun bisa melewati 30 tahun lebih masa kerja sampai akhirnya memasuki masa pensiun normal, pada awalnya aku tak pernah bercita-cita menjadi pegawai bank. Memimpikan pun tidak. Tetapi, setelah hampir 2 tahun selepas lulus sarjana tak punya pekerjaan tetap yang menjanjikan masa depan, aku mengikuti nasihat kawan untuk mengikuti seleksi penerimaan pegawai di Bank BRI. Cita-cita bisa setinggi langit, tetapi Tuhan jualah yang menentukan jalan hidup.

Setelah melewati serangkaian test dengan sistem gugur, aku akhirnya lolos ke wawancara terakhir. Test yang menentukan layak atau tidaknya untuk bekerja di bank.

"Apa kaitan ilmu peternakan dengan operasional perbankan?"
"Begini, ketika suatu waktu bank akan menyalurkan kredit ke pengusaha peternakan, saya bisa menilai usaha ternak itu produktif atau tidak." jawabku.

Aku tidak tahu apa jawaban itu yang digunakan tim pewawancara untuk memutuskan aku diterima atau tidak. Yang pasti, seminggu setelah wawancara itu namaku tertulis di papan pengumuman sebagai yang termasuk yang lulus seleksi. Dua hari kemudian harus sudah aktif di unit kerja yang ditunjuk, dan diminta segera mengurus surat penugasan di kantor wilayah. Cepat sekali pikirku seperti tak ada waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Tetapi, aku senang.

Hari Minggu, 4 Juni 1989 aku menumpang bus jurusan Kuningan-Jakarta ke Indramayu. Hari sudah sore. Sengaja aku melakukan perjalanan saat matahari bergeser ke barat karena berdasar informasi suhu di pantura sedang panas-panasnya di bulan Juni itu. Menjelang senja aku turun di Losarang, kemudian dengan menumpang becak kayuh aku menuju perumahan guru SD Negeri Lelea.

Bertepatan dengan suara adzan magrib yang terdengar sayup-sayup aku sampai di halaman sekolah dasar itu. Aku turun dari beca dan membayar ongkosnya berjalan menghampiri gerbang sekolah yang tidak berpagar.  Kakakku sudah menunggu di sana, memberi isyarat agar aku mengikutinya. Sesampai di pintu rumah guru tempat kakak menginap aku menarik napas.

Rumah guru itu ada 3 unit yang berderet-derert, hanya satu yang terisi:  tempat tinggal kakaku. Hanya ada satu ruang tamu ukuran 33 yang tidak tersedia kursi dan meja, bahkan tikar pun tak ada. Kamar tidur ada di belakangnya disamping gang menuju pintu belakang. Udara sangat panas.

Setelah menaruh tas di lantai aku membuka pintu belakang, mau mengambil wudlu. Di belakang rupanya tak ada kamar mandi. Untuk rumah guru yang 3 unit itu hanya ada satu MCK yang dibangun terpisah agak di pojok. Bangunan terdiri 2 lokal, satu untuk mandi dan toilet di sebelahnya.

Setelah shalat aku mengatakan kepada kakak kalau aku belum punya kemeja untuk hari pertama aku mulai bekerja. Kakak mengatakan bahwa di pasar mungkin ada toko pakaian dan ia akan mengantarnya nanti setelah makan malam. Aku mengangguk.

Pasar desa itu tak terlalu jauh dari sekolah dasar tempatku menginap. Dengan menumpang becak kayuh tak lebih dari 15 menit sudah sampai. Setelah makan nasi lengko di depan pasar kami beranjak ke kios pakaian di sudut pasar. Kios itu satu-satunya yang masih buka sampai malam di pasar itu. Lainnya hanya warung nasi lengko, gerobak nasi goreng dan martabak serta beberapa tukang becak yang sedang asyik mengobrol.  Benderang diterangi lampu petromak sehingga mudah dilihat.

Tak bisa memilih model dan merk kemeja di kios pakaian yang menjual kemeja polos warna putih itu karena hanya ada satu model dan satu merek: ALISAN. Aku mengambil satu kemeja putih nomor 14.5, kemeja lengan pendek dan setelah sepakat harganya beberapa lembar uang kertas berpindah tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun