Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mikrobioma Ibu Hamil, Bagian 2/2

1 September 2021   22:32 Diperbarui: 1 September 2021   22:59 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mikrobioma maternal (ibu hamil).Sumber: The Scientist, Vol. 35, Issue 4, August 2021, hlm. 35.

Dengan menguraikan makanan yang kita makan, dan molekul yang dikeluarkan oleh mikroba penghuni lainnya, mikroba usus menghasilkan kekayaan metabolit dengan fungsi modulasi imun yang luas. Setidaknya beberapa di antaranya diturunkan dari orang tua ke anak selama kehamilan dan menyusui.

Metabolit yang terkarakterisasi terbaik adalah asam-asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acids/SCFA) yang berasal dari fermentasi serat makanan oleh mikroba usus.

Jumlah dan jenis SCFA yang diproduksi dalam usus ibu dan ditransfer ke bayinya bergantung pada mikrobioma ibu, yang pada gilirannya dibentuk oleh makanannya.

Ketika ibu hamil makan makanan yang kaya serat, mikroba penghasil SCFA berkembang, dan peningkatan jumlah SCFA ditransfer ke janin yang sedang berkembang. Senyawa ini bisa memengaruhi pematangan sistem imun janin, khususnya perkembangan regulator sel T (Treg) yang membantu meredakan inflamasi yang tidak terkendali.

Treg sangat penting untuk melindungi tubuh kita dari penyakit autoimun, serta dari alergi dan asma. Treg juga mengajari sistem imun kita untuk mentoleransi makanan dan bakteri ramah. Meskipun memperbaharui diri seiring waktu, Treg berumur panjang dan keturunannya kemungkinan akan hadir sepanjang hidup inang.

Jadi, jika mikrobiota ibu mempengaruhi perkembangan atau pematangan sel-sel Treg, itu  bisa berdampak luas bagi kesehatan keturunannya.

Pada 2017, Akihito Nakajima dan kolega-koleganya di Universitas Juntendo di Tokyo melaporkan bahwa anak-anak tikus berusia 3 hari memiliki lebih banyak Treg dalam timus dan limpa jika induk tikus diberi makan makanan berserat tinggi, dibandingkan dengan anak anjing dari induk anjing yang diberi makanan rendah serat.

Induk anjing yang hamil, yang makan lebih banyak serat mengalami peningkatan jumlah SCFA asetat, propionat, dan butirat dalam tinja, serta peningkatan butirat dalam darah, dan anak-anak anjing mengalami peningkatan SCFA, terutama asetat, dalam darah pada hari ke-11 setelah lahir.

Selain yang diproduksi di timus sekitar waktu kelahiran, kelompok Treg lain bisa  berkembang dari sel T naif di perifer, dan ini sama pentingnya untuk mencegah autoimunitas.

Alison Thorburn dan kolega-koleganya di Universitas Monash telah menunjukkan bahwa proses tersebut terjadi lebih efisien ketika SCFA asetat ditransfer dari ibu ke janin melalui plasenta. Dengan meningkatkan aksesibilitas transkripsi FoxP3 pengkodifikasi gen, pengatur utama Treg, asetat yang diturunkan dari ibu mengubah sel T naif secara permanen di timus janin. Proses ini mencondongkan diferensiasi sel T ke arah fenotipe regulasi, sebagai lawan dari inflamasi, setelah paparan antigen kelak.

Studi oleh Thorburn dan kolega-kolagenya yang diterbitkan pada 2015 bisa dikatakan yang pertama secara konkret dan meyakinkan menunjukkan efek jangka panjang dari mikrobiota ibu pada kerentanan penyakit pada keturunannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun