Hanya saja ada yang dilupakan oleh pihak perwakilan PA 212 bahwa pernyataan Presiden Jokowi adalah pernyataan bersayap. Ini artinya di satu sisi Presiden tidak keberatan jika HRS dibebaskan dari perkara hukum yang menjeratnya, tapi di sisi lain kewenangan untuk menerbitkan SP3 bukan di tangan Presiden, melainkan kewenangan tunggal ada pada pihak penyidik Polri. Konklusinya, demi kewibawaan Negara Hukum di mana Hukum sebagai Panglima, maka Presiden dilarang untuk mengintervensinya. Kalau konklusinya sudah demikian, maka boleh jadi kasus hukum chat porno yang melibatkan HRS sebagai tersangka akan tetap jalan terus.
Terlepas dari spekulasi jawaban di atas, saya pada akhirnya berpikir, apalah istimewanya makna substansi dari SP3 jika keputusannya hanyalah bersifat mengikat sementara. Ini artinya jika kelak dikemudian hari penyidik menemukan akurasi bukti baru, maka kasus hukum chat porno yang menjerat HRS sebagai tersangka dapat dibuka kembali.Â
Boleh jadi ketika HRS pulang ke Indonesia, lantas beberapa hari kemudian HRS ditangkap kembali karena penyidik telah menemukan akurasi bukti baru. Kalau kenyataannya dapat dimungkinkan seperti ini lantas mengapa khayalak harus dihebohkan perihal ada atau tidak adanya SP3 atas kasus hukum chat porno yang menjerat HRS sebagai tersangka? Wallahu A'lam Bissawab.
Salam,
Joe Hoo Gi