Guru Harus Menulis: Bukan Tambahan, Tapi Kewajiban Profesional
Ketika Ruang Guru Hanya Berisi Keluhan
Saya mendengar banyak guru mengeluh. Tentang kurikulum yang berubah tiba-tiba. Tentang murid yang kecanduan gadget. Tentang sistem yang terlalu administratif. Tapi keluhan itu hanya berputar di ruang guru... tak pernah keluar menjadi gagasan yang layak dibaca.
Latar yang Membungkam Gagasan
Sebagian besar guru tak menulis karena merasa tidak punya waktu, tidak percaya diri, atau tidak tahu harus mulai dari mana. Padahal, di balik alasan itu, ada kerugian besar: hilangnya suara pendidikan dari pelaku utamanya.
Apa Akibatnya Jika Guru Tidak Menulis?
Saat guru diam, opini publik tentang pendidikan diisi oleh mereka yang tidak pernah mengajar. Maka kebijakan pun sering meleset, karena yang berbicara bukan yang menjalani. Ini bukan soal kemampuan menulis indah... tapi soal keberanian menyampaikan realitas.
Menulis Adalah Bentuk Tertinggi Refleksi
Menulis bukan aktivitas tambahan. Menulis adalah bentuk metakognisi --- berpikir tentang apa yang sudah kita alami, lalu menyusunnya menjadi pembelajaran yang bermakna. Bagi orang lain, dan terutama bagi diri sendiri.
Kesalahan yang Sering Dijadikan Alasan
"Saya bukan sastrawan." "Saya takut salah." "Saya tidak punya waktu." Semua ini alasan klasik yang tak berlaku lagi di era digital. Jika kita bisa menulis status di WhatsApp dan komentar di grup guru, maka kita sudah bisa menulis. Yang dibutuhkan hanyalah niat untuk bertanggung jawab secara intelektual.
Langkah Kecil yang Berdampak Besar
Mulailah dari satu paragraf. Cukup tulis refleksi setelah mengajar. Tentang murid yang menangis saat ujian. Tentang keberhasilan membuat mereka paham pecahan. Tentang rasa frustasi menghadapi sistem. Semua itu bukan curhat... itu kontribusi. Dan itu berharga.
Data Tak Bisa Dibantah
Menurut survei Puslitjak Kemendikbud 2023, lebih dari 85% guru belum pernah mempublikasikan tulisan reflektif secara terbuka. Padahal, guru merupakan profesi dengan jam terbang pengamatan sosial paling tinggi. Dunia butuh perspektif guru... tapi tak bisa membacanya jika guru tak menulis.
Menulis Itu Tugas Etis Guru
Bayangkan seorang guru yang selama 30 tahun mengajar, tapi tidak pernah menyumbangkan satu ide pun ke ruang publik. Maka pengalaman emas itu lenyap saat pensiun. Padahal ia bisa menjadi cahaya bagi guru lain. Maka menulis bukan sekadar pilihan... ia adalah kewajiban moral.
Refleksi Pagi untuk Tontonan Malam
Saya menulis ini pagi hari --- saat sebagian guru mulai masuk kelas. Tulisan ini akan tayang malam, ketika lelah mengajar sudah mereda. Dan semoga, di saat itu, ada satu guru yang berkata: "Ya, saya akan mulai menulis malam ini. Bukan untuk tenar. Tapi untuk memberi suara pada kebenaran yang saya alami."