Kemajuan teknologi membawa kecerdasan buatan (AI) masuk ke berbagai aspek kehidupan, termasuk praktik keagamaan. Kini, AI bisa mengingatkan jadwal salat, membantu membaca Al-Qur’an, hingga menganalisis hadis dan tafsir.
Namun muncul pertanyaan penting: Apakah boleh menggunakan AI dalam praktik ibadah?
Apakah ini sekadar alat bantu, atau justru mengganggu keikhlasan dan tatanan syariat?
AI dalam Kehidupan Muslim Sehari-hari
Beberapa contoh nyata penggunaan AI dalam konteks keislaman:
Aplikasi adzan dan salat otomatis berbasis lokasi dan AI penyesuaian waktu.
Asisten digital Quran yang bisa membacakan ayat dan menjelaskan tafsir dari berbagai sumber.
-
AI chatbot fatwa yang merespons pertanyaan fikih dengan rujukan kitab.
Analisis zakat dan wakaf otomatis untuk lembaga-lembaga syariah.
Semua ini tampak membantu. Tapi apakah secara hukum syar’i, penggunaan teknologi ini dibolehkan?
Pandangan Ulama: AI sebagai Alat, Bukan Subjek
Mayoritas ulama dan cendekiawan Muslim kontemporer memandang bahwa AI adalah alat (wasilah), bukan pelaku ibadah (fa’il).
Selama AI digunakan untuk memudahkan, bukan menggantikan peran manusia dalam hal yang wajib dilakukan secara sadar—maka boleh.