Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Tragedi Mei 1998, Momentum untuk Membangun Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

25 Mei 2018   23:16 Diperbarui: 26 Mei 2018   10:51 2719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika Mahasiswa sudah "menduduki" Gedung DPR/MPR pada Mei 1998. (Foto: Arbain Rambey)

Faktor manusia sebagai penggerak reformasi menjadi layak dicermati, karena dalam suatu perubahan yang diinginkan tersebut tidak terlepas dari sikap-mental terutama mereka yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait mind-set yang terkandung di dalamnya. Betapapun eloknya tatanan maupun aturan baru jika tidak dibarengi perubahan mind-set akan menjadi sia-sia belaka. 

Sama halnya dengan reformasi hanya menampakkan keseragaman baju atau nomenklatur dan sejenisnya yang dikumandangkan. Sementara itu "benak" pelakunya masih diselimuti virus-virus lama yang bisa kambuh menjadi penghambat jalannya reformasi itu sendiri.

Di sisi eksternal, perubahan yang sedang berlangsung di negeri ini juga bersamaan dengan globalisasi, berlangsungnya era pasar bebas ditandai liberalisasi perekonomian yang belum disertai kesiapan masyarakat dan regulasinya yang sering terlambat --sehingga menambah persoalan baru dan jika ini semua kurang terkendali justru nilai-nilai dari luaran sana yang tidak sesuai dengan bumi kita akan turut serta memengaruhi keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Singkat kata sebagai wacana di akhir tulisan ini, sudah saatnya para pelaku reformasi terutama yang tercakup dalam sistem pemerintahan (pemerintah dan jajarannya, wakil rakyat, para pemangku kepentingan, pengusaha dan lainnya, dari pusat hingga daerah) yang terlibat secara langsung atau tidak terhadap pengambil dan pelaksana kebijakan -- diharapkan sudah melakukan perubahan sikap/perilaku, pola pikir atau mind-set  menyesuaikan dengan apa yang menjadi tuntutan reformasi beserta penjabaran untuk mewujudkannya.

Memang bisa dipahami bahwa merubah mind-set tidaklah semudah membalik telapak tangan, mengubah pola pikir lama dan menjadi reformis sejati untuk melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini tidaklah gampang. Itu sebabnya, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyangkut rekrutmen atau memilih "orang-orang penting" yang secara sadar dan sanggup berkontribusi nyata mengisi perubahan menjadi mendesak dilakukan.

Lengsernya rezim Orde Baru ditandai Tragedi  Mei 1998 dan melahirkan orde reformasi sebagai momentum untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara sangat disayangkan karena struktur pemerintahan hanya diisi oleh petinggi yang tidak memahami arti penting atau makna reformasi. 

Seperti halnya jabatan-jabatan strategis yang masih diduduki mereka yang berparadigma lama hanya sebatas ditunjukkan melalui "sandangan baju" tanpa diikuti perubahan sikap maupun pola pikir yang masih melantunkan "lagu lama" dan hanya dikemas dalam versi baru.

Bagaimana mungkin "revolusi mental" akan dapat diharapkan terwujud bila para pengambil kebijakan masih diselimuti pola-pola dan tindakan model lama hanya ingin memeroleh kekuasaan yang harus diraih dan dipertahankan demi pengamanan serta kenyamanan posisinya. Ini merupakan salah satu penyebab mengapa tuntutan reformasi tak kunjung terjawab karena dilakukan melalui sikap "tidak sungguh-sungguh" oleh para motor penggeraknya.

Salah satu langkah realistis dan serius dalam rangka penataan kembali formasi tata pemerintahan sejalan dengan dinamika serta perubahan menuju kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang lebih maju sesuai dengan zamannya -- maka dalam konteks saat ini yaitu melalui cara memilih, menempatkan atau memosisikan orang-orang kunci/penting secara selektif mulai dari pejabat/petinggi pemerintahan di pusat hingga di daerah yang sekaligus berperan sebagai perumus, pengambil dan pelaksana kebijakan untuk memenuhi kepentingan rakyat sejalan tuntutan reformasi.

Jangan sampai memilih "kucing dalam karung" di mana posisi strategis di lembaga-lembaga pemerintahan yang seharusnya diduduki oleh mereka yang mumpuni dan berjiwa reformis -- malahan  diserahkan/ditempati yang tidak memiliki kemampuan melakukan perubahan paradigma sesuai dengan tuntutan seiring dinamika sosial-politik di era kekinian.

Dan sebagai konsekuensinya, bagi mereka yang tidak memiliki kompetensi maupun persyaratan sebagaimana tuntutan reformasi (tanpa kecuali) -- sudah selayaknya "minggir" atau "dipinggirkan" karena akan selalu merecoki proses pembaruan yang dimulai penataan kembali sistem pemerintahan demi masa depan bangsa dan negara tercinta ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun