Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sumedang Kini Pusat Budaya Sunda

23 September 2020   06:28 Diperbarui: 23 September 2020   06:41 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beruntung Selasa (18/8/2020) pagi itu kami diterima langsung Radya Anom Penata Keraton Sumedang Larang,  Luky Djohari Soemawilaga di bangsal Sri Manganti Keraton Sumedang.

Radya Anom adalah sebutan mutakhir untuk Pemimpin Adat Sunda di Sumedang, pemimpin budaya Sumedang yang sejak Mei lalu resmi diakui eksistensi keratonnya melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 tahun 2020 Kabupaten Sumedang.

"Pendekatan yang dilakukan dikeluarkannya Perda itu adalah pendekatan sejarah. Adanya mahkota Bino Kasih, mahkota simbol kekuasaan raja Sunda yang keberadaannya turun-temurun sejak kerajaan Sunda Galuh, di Sumedang Larang," tutur Radya Anom Luky Djohari.

Tidak hanya diakui eksistensi keratonnya, Sri Manganti yang dibangun 1705 bahkan sebelum ada keraton Surakarta dan Yogyakarta (1755), akan tetapi juga Perda itu juga menyebutkan bahwa Sumedang adalah "puseur" atau pusat Budaya Sunda.

"Perjuangan untuk itu memang panjang. Tetapi kami sudah cukup puas, setidaknya eksistensi keraton Sri Manganti Sumedang Larang sudah ditetapkan dalam Perda. Bahkan Sumedang sudah dikukuhkan sebagai puseur budaya Sunda...," ujar Radya Anom Luky Djohari, yang pagi itu juga didampingi Sekretaris Keraton, Donny Sky.

Museum Geusanulun

Foto: Tira Hadiatmojo
Foto: Tira Hadiatmojo
Peristiwa bersejarah yang menjadi legitimasi Sumedang sebagai penerus kekuasaan kerajaan Sunda pada 22 April 1578 itu adalah, ketika kerajaan Sunda Sumedang Larang di bawah Pangeran Kusumahdinata (Pangeran Santri) menerima empat utusan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi dari Pajajaran untuk menyerahkan pusaka mahkota kerajaan beserta sejumlah pusaka Pajajaran pada Sumedang.

Kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Pajajaran sendiri, dalam posisi terdesak oleh kekuatan baru pasukan gabungan kerajaan Banten, Cirebon dan Demak. Sehingga menyerahkan legitimasi kekuasannya pada Sumedang Larang, sebelum Pakuan Pajajaran dihancurkan rata dengan tanah oleh serangan Kesultanan Banten, pada 1579.

Keempat utusan, yang disebut sebagai Kandaga Lante itu terdiri dari Sanghyang Hawu atau Jaya Perkosa, Batara Dipati Wiradidjaya (Nangganan), Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana Terong Peot.

Keempat utusan Siliwangi itu menyerahkan Mahkota Binokasih (sampai kini masih tersimpan di Sumedang) yang dibuat semasa pemerintahan Prabu Bunisora di Sunda Galuh (1357-1371).

Dan tidak hanya mahkota raja Pajajaran saja. Akan tetapi juga Kandaga Lante itu membawa sejumlah pusaka kerajaan Pajajaran seperti pusaka berbentuk kombinasi golok dan keris, Curuk Aul (kuku hantu) yang tetap utuh tersimpan sampai sekarang di Museum Geusanulun, Sumedang di belakang bangsal Sri Manganti Keraton Sumedang Larang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun