Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tepatkah Sikap Masyarakat Terhadap Budiono?

2 Januari 2015   09:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Namanya Budiono, mantan Wakil Presiden RI 2009-2014. Pertama bertemu dengannya tahun 2009 saat masih menjadi Gubernur Bank Indonesia. Dia diundang sebagai nara sumber untuk memberikan informasi tentang perekonomian Indonesia yang perlu diketahui calon-calon pemimpin Indonesia. Seperti biasanya di akhir "tukar pikiran" selama tiga jam itu maka para pembicara akan mendapatkan honorarium atau imbalan atas jerih payahnya itu. Namun yang mengejutkan Budiono tidak mau menerima honorarium itu dan dengan rendah hati mengatakan tidak perlu dan akibatnya uang itu dikembalikan. Informasi yang kedua diperoleh dari sahabat-sahabatnya di Universitas Gajah Mada (UGM) yang mengatakan betapa sederhananya hidup Budiono dan keluarganya, walaupun sebenarnya dari segi kemampuan bisa saja hidup mewah. Namun sahabat-sahabatnya mengatakan itu jauh dari hidup Budiono dan keluarganya. Tidak lama kemudian muncul berita bahwa Budiono dicalonkan menjadi wakil presiden 2009-2014. Tentu saja itu tidak mengejutkan karena Budiono sudah berhasil sebagai menteri keuangan atau menteri koordinator perekonomian. Namun banyak yang menduga Presiden SBY memilih Budiono sebagai wakilnya karena kesederhanaan dan sifat rendah hatinya itu. Namun dengan segala prestasi dan kehebatan Budiono itu muncul juga serangan terhadap pribadinya terutama saat menjabat Gubernur Bank Indonesia. Dia dianggap bertanggungjawab menyetujui pemberian BLBI kepada Bank Century, yang kemudian dianggap menyebabkan kerugian negara triliunan rupiah. Awalnya banyak pihak yang mengatakan bahwa Budiono tidak akan mulus menjalankan jabatannya sebangai wakil presiden, kemungkinan akan mundur sebelum tahun 2014. Masyarakat Indonesia masih ingat lewat tayangan televisi bagaimana gencarnya atau garangnya para anggota DPR yang berseberangan dengan Pemerintah saat itu seperti Anis Matta, Ahmad Muzani, Gayus Lumbuun, Maruarar Sirait, Idrus Marham, dll mencecar untuk menyatakan bahwa Budiono bertanggungjawab dalam kasus Bank Century. Bahkan kasus itu juga memunculkan "pertikaian yang populer" antara Ruhut Sitompul dan Gayus Lumbuun yang kini menjadi penentu rasa keadilan negeri. Bahkan sebagai Wakil Presiden, Budiono masih bersedia memenuhi panggilan pengadilan untuk memberikan kesaksian terkait kasus Bank Century tanggal 25 Agustus 2014. Itu pun disiarkan langsung oleh televisi Indonesia sementara di negara maju pada umumnya proses pengadilan tidak diperkenankan untuk ditayangkan kepada umum. Mungkin masyarakat Indonesia perlu bertanya secara jujur dalam hati pantaskah rasa sakit hati yang dialami Akil Moctar karena menerima uang banyak dari para kepala daerah agar menang dalam Mahkamah Konstitusi, disamakan dengan rasa sakit hati yang dialami Budiono karena dianggap bertanggungjawab dalam kasus Bank Century padahal tidak mendapat apa-apa dari kasus bank tersebut. Ah rasanya sulit menjadi orang baik, jujur, sederhana, dan rendah hati di negeri Indonesia di sekitar tahun 2000an setelah era reformasi ini. Padahal Budiono misalnya seorang guru besar ilmu ekonomi yang diakui oleh lembaga internasional seperti Bank Dunia, atau unversitas terkemuka seperti UGM dan Australian National University di Australia. Apalagi kita rakyat kecil ini mungkin akan menjadi santapan lunak bagi orang-orang yang merasa berhak menentukan opini negeri kepulauan yang katanya dulu pernah menjadi negeri besar di zaman Sriwijaya dan Majapahit ketika belum terlalu banyak orang pintar dan belum ada reformasi serta belum ada internet, HP dan BB.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun