Hutang pemerintah menjadi salah satu topik hangat dalam kampanye pemilihan umum (pemilu) 2019. Salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden mengatakan bahwa pembangunan yang ada saat ini karena hutang atau hutang Pemerintah Indonesi sudah terlalu besar.
Bagaimana keadaan yang sebenarnya? Fakta menunjukkan bahwa hampir semua negara di dunia ini mempunyai hutang yang digunakan untuk membangun negaranya. Negara besar AS dan Jepang misalnya lebih besar hutangnya daripada hutang Indonesia.
Yang menjadi perhatian masyarakat di dunia ini seberapa banyak hutang suatu negara dibandingkan dengan kemampuan ekonomi negara (Gross Domestic Production/GDP) itu. World Population review membuat daftar secara teratur tentang perkembangan hutang negara-negara di dunia.
Untuk tahun 2019 misalnya, menurut data World Population review, negara penghutang terbesar di dunia adalah Jepang di mana hutangnya sudah mencapai 234,18% dari GDPnya. Hutang AS sudah mencapai 109,45% dari GDPnya. Indonesia berada di urutan sangat jauh di bawah yakni hutangnya 30,25% dari GDPnya.
Di atas Indonesia misalnya Filipina yang hutangnya 36,28% dari GDPnya. Korea Selatan hutangnya 38,27% dari GDPnya. Hutang Australia 41,05% dari GDPnya. Swiss 41,10% dari GDPnya. Hutang Iran 49,21% dari GDPnya. Belanda 50,91%. Malaysia 52,62% dari GDPnya. Argentina 52,75%. RRC 54,44%. Jerman 55,75%. Vietnam 58,13%. Finlandia 59,56%. India 67,29%. Kanada 83,81%. Inggris 85,92%. Mesir 87,08%. Perancis 96,20%. Singapura 108,79%. Bahkan negara dengan hutang besar itu ada yang memberikan hutang kepada Indonesia seperti AS dan Jepang.
Hutang Indonesia sudah ada sejak negeri merdeka tahun 1945. Penjajah Belanda meminta Indonesia untuk melunasi hutang yang kemudian menjadi warisan hutang Indonesia.
Berikut perkembangan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 2000:
Tahun 2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)
2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)