Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Novel Baswedan Buka Borok Polisi, Kesempatan bagi Kapolri untuk Pulihkan

5 Mei 2015   08:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penangkapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang notabene adalah aparat Kepolisian pada akhir April 2015 ini bukan saja menimbulkan kekecewaan Presiden tapi juga membuat masyarakat jadi tahu persoalan yang sesungguhnya di tubuh Kepolisian saat ini. Yakni Kepolisian sedang mengalami "penyakit tugas dan fungsinya". Walaupun polisi mengatakan sedang menjalankan tugas dan fungsinya, namun sebenarnya sedang mengalami persoalan dalam melaksanakannya. Itu ibarat di zaman Pak Harto bahwa semua tindakan, termasuk tuduhan korupsi yang dilakukannya tidak melanggar aturan, karena semua aturan sudah "diatur" agar tidak membuat dia melanggar.

Namun kalaupun Polisi menyatakan kalau Novel Baswedan tidak "segera" diproses, maka kasusnya akan kadaluarasa atau tidak dapat diproses lagi karena sudah lebih dari 10 tahun. Alasan itu sepintas cerdas dan masuk akal. Mungkin sebagian masyarakat bisa menerima itu. Namun polisi lupa bahwa tidak semua masyarakat saat ini mudah "dikelabui" dengan ilmu seperti itu, karena masyarakat bisa bertanya mengapa baru sekarang diproses? Mengapa tidak dari dulu?

Mengapa setelah Novel bekerja di KPK, lalu barulah kasusnya diproses? Apakah "polisi" mau mengatakan bahwa kalau Novel "baik-baik" dan tidak mengungkap kasus korupsi yang menimpa polisi, maka dia tidak akan "diproses?" Sebaliknya karena dia yang merupakan aparat kepolisian tega mengungkap para seniornya maka perlu diberi "pelajaran" agar polisi lainnya yang bekerja di KPK perlu lebih hati-hati, maka kalau itu yang terjadi maka kita bisa mengatakan polisi sedang kehilangan jati dirinya.

Apalagi polisi menjelaskan bahwa tahun 2004 saat Novel Baswedan masih berpangkat AIPTU mengakui bahwa anak buahnya melakukan tindakan pelaggaran hukum, namun sebagai atasan dia mengambil-alih tanggung jawab, sehingga dia mendapatkan sanksi berupa “peringatan keras” melalui putusan sidang kode etik Polri. Lalu kalau polisi ingin memprosesnya agar sama di mata hukum seperti sering diungkapkan Kabareskrim Budi Waseso, mengapa tidak diproses tahun 2004 itu saja?

Tapi sudahlah. Kini masyarakat tahu bahwa setelah dilepaskan dari TNI, ternyata polisi masih perlu membuktikan diri bahwa kepolisian itu sudah sesuai dengan harapan aspirasi dan masyarakat. Berbagai kasus seperti "rekening gendut perwira polisi" dan penangkapan terhadap polisi karena berani mengungkap kasus korupsi di kepolisian, menunjukkan bahwa polisi kita masih perlu belajar untuk menjalankan tugas dan fungsinya secara jujur, tulus, dan berani agar sesuai dengan harapan dan aspirasi masyarakat.

Semoga Kepolisian cepat berubah dan segera memperbaiki diri di semua lini. Kalau tidak, kasihan para polisi yang punya hati nurani yang sudah bekerja dengan baik dan berani seperti Novel Baswedan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun