Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Bapak-Bapak Kurang Gaul

Menuangkan khayalan menjadi tulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Serunya Menjadi Pendengar Radio Semasa Muda

5 Oktober 2025   06:10 Diperbarui: 5 Oktober 2025   06:41 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendengar Radio Djadoel (Sumber:Dreamstime.com/Saiful Islam)

Ada yang masih suka dengerin radio? ... Jika masih suka, berarti kita seumuran yang hobi dengerin radio di jaman serba canggih saat ini.

Bagaimana tidak, radio adalah sumber informasi dan hiburan sejak era kolonial yang ditandai dengan berdirinya Bataviase Radio Vereniging (BRV) sebagai radio pertama di Indonesia tahun 1925.

Di jaman kemerdekaan, radio memiliki peranan sangat penting sebagai alat komunikasi pemerintah untuk menyebarkan informasi ke seluruh Indonesia.

Penulis sendiri mulai doyan mendengarkan radio mulai sekitar tahun 1975, saat masih kelas 4 SD. Waktu itu kebawa arus kawula muda untuk mendengarkan radio Prambors. Anehnya ... yang didengarkan itu bukan lagu-lagu atau berita, melainkan acara 'kirim salam'.

Harap-harap cemas menunggu kartu pos yang kita kirim dibacakan penyiar. Dan ketika sudah dibacakan, rasanya legaaa ... bagaikan menerima hadiah lebaran.

Beranjak ABG, mulai memberanikan diri untuk berinteraksi lebih jauh. Salah satunya adalah mengirimkan beberapa naskah cerita untuk acara 'Diary' di radio Prambors untuk dibacakan penyiar.

Hal ini membawa Penulis berkenalan dengan seorang wanita penulis naskah cerita 'Catatan si Boy' bernama ZZ (nama disamarkan yaa) dan menjadi teman diskusi untuk naskah-naskah ceritanya.

Ternyata disinilah mulai muncul cikal bakal mengarang asal-asalan Penulis karena imajinasi yang terlatih efek dari mendengarkan radio, dan sampai kini berlabuh ke Kompasiana.

Beranjak dewasa, mulai deh memperluas cakrawala mendengarkan radio yang lain, misalnya radio Ramako, dan Suara Kejayaan (SK) yang banyak menyiarkan acara lawakan. Setiap radio memang memiliki ciri khas penyiaran masing-masing.

Mulai tahun 1995, saat sudah mulai masuk dunia kerja, ada beberapa radio favorit yang menemani di tengah kemacetan jalan raya saat perjalanan pergi dan pulang ngantor. Sebut saja misalnya RRI, Elshinta, Iradio dan Trijaya FM.

Radio-radio tersebut banyak menyiarkan berita-berita yang dipadukan dengan lagu-lagu enak serta yang paling penting: kondisi arus lalu lintas. Maklum, jaman itu belum ada Google Map, jadi informasi lalu lintas melalui radiolah yang jadi andalan. 

Kita pun bisa berinteraksi dengan radio-radio tersebut dengan mengirimkan SMS (sebelum ada WhatsApp). Dan ... ini rahasia ya ... Penulis tidak pernah mengirimkan SMS menggunakan nama asli (Andri), tapi menggunakan nama: Jimin, biar lebih ear catching.

Nama Jimin ini adalah nama julukan pemberian teman-teman SMA, karena dulu Penulis memiliki mobil Suzuki Jimny yang kemudian diplesetkan menjadi Jimin. 

Jadi, nama Jimin itu bukan diambil dari nama bintang K-Pop Korea Park Jimin BTS lho yaa ... karena sebelum BTS lahir, Penulis sudah duluan menggunakan nama Jimin.

Nah, pada masanya nama 'Pak Jimin' cukup dikenal oleh para penyiar dan pendengar radio, khususnya Jakarta, karena seringnya kirim SMS yang tak bermakna.

Bayangkan ketika kita sedang frustrasi macet di jalan, satu-satunya hiburan adalah kirim SMS ngasal ke radio-radio tersebut dan kemudian dibahas oleh penyiarnya. Gratis untuk menyenangkan hati.

Kini, setelah menikmati masa-masa indah bermacet-macet ria di jalan raya tiap pagi dan sore sambil mendengarkan radio, kebiasaan berinteraksi dengan para penyiar radio favorit pun meredup. Bukan berarti tidak pernah mendengarkan radio lagi tapi lebih menjadi pendengar pasif.

Kebanyakan para penyiar radio tersebut pun sudah pada pensiun dan digantikan oleh penyiar yang muda-muda. Tapi persahabatan tetap abadi, kami masih saling kontak melalui media sosial. 

Mendengarkan radio tentunya sangat bermanfaat untuk menambah wawasan karena radio adalah salah satu sumber informasi yang cepat dan terpercaya. Tidak seperti aplikasi konten digital lainnya yang informasinya belum tentu benar.

Satu kekuatiran akan radio di era digital ini adalah jika radio memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) sebagai penyiar menggantikan manusia ... Mungkinkah terjadi?

Artikel ini terinsiprasi dari tulisan Ibu Rinta Wulandari: Serunya Menjadi Penyiar Radio Semasa SMA

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun