JAYAPURA - Jalan utama masuk Kampus daerah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Papua di Bumi Perkemahan (Buper) Waena dipalang atau diblokade pemilik hak ulayat.
Pemalangan tersebut dilakukan buntut dari pemerintah tidak membayar ganti rugi sebanyak 41 hektar kepada pemilik ulayat sejak 1992 silam.
Berdasarkan pantauan, terlihat pemilih hak ulayat menutup badan jalan masuk ke kampus itu dengan mengunakan kayu dan baliho berisi tuntutan.
Dalam baliho yang dibentang itu bertuliskan "Lokasi ini kami tutup atau palang sampai provinsi Papua bertekat baik membayar mengati rugi sisa 41 hektar yang belum kami terima sebagai pemilik hak atas tanah adat Pokhla".
Paul Ohee selaku permewakilan masyarakat adat pemilik hak ulayat mengatakan proses pembayaran terhadap tanah itu hingga sekarang masih bermasalah. Sebutnya kurang lebih selama 32 tahun pemerintah provinsi Papua tidak melakukan pembayaran atas tanah itu.
"Proses pembayaran yang sudah 32 tahun tanah ini digunakan hanya dilakukan proses pembayaran pada tahap pertama, dan tahap selanjutnya sampai saat ini belum dilakukan pembayaran," kata Paul Ohee kepada wartawan di Buper, Kamis (21/8).
Karena itu ia meminta pemerintah harus konsisten untuk membayar atau mengganti rugi atas penggunaan tanah tersebut. Karena selam ini proses ganti rugi atas tanah adat tersebut dibiarkan terlantar pemerintah.
"Harapan kita selaku pemilik atas tanah adat Pokhla ini kami meminta pemerintah harus konsisten untuk seriusi hal ini karena ditempat ini juga ada berdiri kampus IPDN dimana itu masih bagian dari tanah adat milik kami," tegasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Suleman Puraro selaku Pemilik Hak Ulayat Pokla dan Ondofolo Heram, Yansen Frits Ohee. Mereka berharap PJ Gubernur Papua untuk melihat masalah ini dengan jelih dan bijaksana.
"Penertiban sertifikat diatas tanah kami, kami tidak mengetahui, ini namanya pencaplokan. Semacam masyrakat tidak berharga di mata pemerintah," ucap Suleman.