Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dulu, Visi-Misi Tetangganya Jadi Hostess

8 Juli 2020   11:39 Diperbarui: 8 Juli 2020   11:41 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Kelautan dan Perikanan dulu dan sekarang, diolah dari Kompas dan Tempo


Buntaran adalah pegawai negeri sipil pada Kementerian Perikanan dan Kelautan era Menteri Susi Pudjianstuti. Tahun 2017, dia divonis 10 bulan penjara atas perkara penyelundupan benih dan pencucian uang. Kini, calon anggota DPR dari Gerindra untuk daerah pemilihan NTB-2 yang gagal pada Pemilu 2019 lalu itu, bisa resmi berbisnis.

Kepada Majalah Tempo dia mengaku mengelola 2 perusahaan yang bergerak di bidang budi daya dan jual- beli benih. Kementerian Kelautan baru saja menetapkan keduanya -- PT Alam Laut Agung dan UD Bali Sukses Mandiri -- sebagai eksportir.

***

Edhy Prabowo, kader Gerindra yang kini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, pada Mei lalu mengeluarkan Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2020. Isinya mencabut larangan yang tertuang pada Permen 56/2016.

Abdullah adalah juru bicara Kelompok Usaha Budidaya (KUB) Andalan Indonesia di Telong Elong, Lombok Timur. Semula rencananya mereka akan bekerjasama dengan PT Lombok Laut Bersama yang kini telah ditetapkan sebagai salah satu eksportir benih lobster. Para pembudi daya yang menjadi anggota kelompok usaha yang diwakilkannya, bakal menjadi perawat benih lobster perusahaan eksportir tersebut.

Di kawasan Telong Elong memang terdapat lebih dari 6000 keramba jaring apung yang berisi lobster budidaya. Kata Abdullah, setidaknya 8 eksportir yang ingin bermitra dengan mereka. Hal ini terkait ketentuan yang tertuang pada pasal 5 Permen 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Perairan Indonesia yang baru ditanda-tangani Menteri Edhy Prabowo di atas tadi. Di sana tertuang bahwa eksportir harus membudidayakan lobster terlebih dahulu, sebelum mengirimkan benur tangkapan nelayan mitra ke luar negeri. Sementara keberhasilannya akan dibuktikan dengan panen yang berkelanjutan dan pelepas liaran 2% lobster hasil budidaya di area penangkapan benur.

Masalahnya, sejak terakhir kali berkomunikasi dengan manajemen PT Lombok Lautan Bersama via whatsapp pada tanggal 1 Juni 2020,  hingga hari Selasa minggu lalu, saat diwawancara Tempo, Abdullah belum dikabari kelanjutannya.

Kejanggalan ekspor benih yang ramai diperbincangkan itu, bermula dari soal pembudidayaan itu. Menurut Abdullah, setidaknya perlu 8 bulan untuk memanen lobster yang dibesarkan dari benih. Maka diapun bertanya-tanya ketika tersiar kabar ekspor benih telah berlangsung pertengahan Juni kemarin. Hanya sebulan setelah peraturan Menteri dikeluarkan.

***

Harian Kompas 27 Oktober 2016 memberitakan, penindakan jaringan sindikat penyelundupan benih lobster sampai berlangsung di 13 wilayah Indonesia. Antara lain di Batam, Bandara Soekarno-Hatta, Tempat Pelelangan Ikan Kamal, serta wilayah Tangerang dan Jakarta Barat.

Pada Januari-Oktober 2016 saja, penyelundupan yang digagalkan mencapai 800.000 ekor senilai Rp 124,8 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun