Mohon tunggu...
Jihan Fathiyah
Jihan Fathiyah Mohon Tunggu... Mahasiswi KPI UMJ Beasiswa 1000 Da'i BAMUIS BNI

Mahasiswi aktif Komunikasi dan penyiaran islam - Universitas Muhammadiyah Jakarta Penerima Program Beasiswa 1000 Da'i BAMUIS BNI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saat Zakat Jadi Panggung: Antara Ibadah dan Pamer di Era Digital

18 Oktober 2025   20:13 Diperbarui: 18 Oktober 2025   20:13 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di zaman sekarang, hampir setiap momen bisa diabadikan mulai dari makanan, liburan, hingga ibadah seperti zakat, infak, dan sedekah. Media sosial menjadi ruang untuk membagikan bukan hanya keberkahan, tapi juga citra diri. Fenomena pamer zakat ini muncul ketika kewajiban spiritual berubah menjadi konten yang tujuannya bukan lagi semata karena Allah, melainkan demi pujian dan pengakuan manusia.
Padahal, zakat sejatinya adalah amanah untuk menyucikan harta dan membantu yang membutuhkan. Namun, ketika momen penyerahan zakat ikut dipamerkan di media sosial, niat baik bisa bergeser. Ibadah yang seharusnya tulus karena Allah berubah menjadi tayangan publik, di mana jumlah like dan komentar kadang lebih diutamakan daripada keikhlasan. Di sinilah letak bahayanya, karena riya dan sum'ah dapat menghapus nilai ibadah itu sendiri.
Dalam ajaran Islam, dikenal dua cara beramal: secara tersembunyi (sirr) dan secara terbuka (jahar). Untuk zakat mal yang sifatnya wajib, lebih utama dilakukan secara diam-diam agar martabat penerima tetap terjaga dan niat tidak ternodai. Sedangkan sedekah sunnah boleh ditunjukkan jika tujuannya murni untuk menginspirasi orang lain, bukan untuk menunjukkan diri. Namun ketika niat itu bergeser, amal tersebut menjadi kehilangan makna.
Fenomena pamer zakat dapat mengaburkan esensi keikhlasan. Ibadah yang seharusnya menjadi hubungan antara hamba dan Tuhannya berubah menjadi pertunjukan publik. Martabat penerima juga bisa terluka ketika pemberian ditampilkan secara berlebihan. Lebih jauh, kedermawanan berpotensi bergeser menjadi ajang memperkuat citra sosial, bukan lagi wujud kasih dan kepedulian.
Karena itu, sebelum membagikan momen zakat atau sedekah, penting untuk merenung sejenak: apakah ini benar karena Allah atau sekadar ingin dilihat baik oleh manusia? Melakukan zakat melalui lembaga yang amanah bisa menjadi pilihan bijak tanpa perlu memperlihatkannya di media sosial. Jika pun ingin berbagi untuk menginspirasi, cukup tampilkan dengan sederhana dan fokus pada pesan kebaikannya. Sebab sejatinya, pahala terbesar justru tersembunyi, hanya antara kita dan Allah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun