Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) beberapa waktu terakhir ini memang menyorot perhatian masyarakat. Sejak Januari hingga September 2025, ribuan siswa dari berbagai daerah di Indonesia tercatat mengalami keracunan setelah mengomsumsi makanan diduga diterima tidak dalam kondisi segar dari dapur MBG. Ini termasuk masalah serius karena yang menyangkut kesehatan anak-anak yang seharusnya dilindungi.Â
Salah satu faktor yang lain adalah penggunaan food tray atau tempat makan dalam program MBG. Awalnya food tray tersebut belum diwajibkan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Akibatnya, beredar produk yang kualitasnya menggunakan bahan stainless steel bukan food grade. Bahan semacam ini bisa saja melepaskan logam berat bahkan ada dugaan mengandung babi karena sebagian besar produksi ini di China, namun sekarang pemerintah Indonesia, melalui BSN sudah menetapkan standar khusus SNI 9369:2025 untuk food tray agar produksi dalam negeri dapat meningkat dan memiliki kualitas yang baik. Saya rasa, hal ini jelas sangat mengkhawatirkan jika tidak ada tanggapan dari pemerintah kita sendiri.Â
Selain soal keamanan, pemerataan program MBG juga masih jadi persoalan. Hingga 2025, program ini baru berjalan di 38 Provinsi dengan capaian sekitar 40%. Artinya, belum semua anak Indonesia bisa merasakan manfaatnya. Keterbatasan anggaran, infrastruktur, dan kendala distribusi terutama di daerah terpencil menjadi hambatan utama. Padahal, bagi saya program MBG sangat penting untuk menekan angka stunting sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak-anak di seluruh pelosok Negeri. Sayangnya, yang terjadi di lapangan justru berbeda. Data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bahkan mencatat lebih dari 6.000 kasus keracunan. Angka ini tentu bukan hal kecil untuk program yang disebut sebagai prioritas pemerintah.Â
Seharusnya, program sebesar MBG harus bisa memastikan makanan yang diberikan aman, bergizi, dan higienis. Program yang menyentuh jutaan anak tidak boleh mengorbankan kesehatan mereka. Pengelolaan dapur MBG harus benar-benar diawasi mulai dari bahan baku, proses memasak, hingga distribusinya. Setiap dapur seharusnya memiliki sertifikat kebersihan, dan pengelolanya harus orang yang sudah terlatih. Dengan begitu, risiko keracunan bisa ditekan seminimal mungkin.Â
Selain itu semua food tray MBG wajib memenuhi SNI tipe 304, yang menjamin keamanan dan ketahanan produk. Pemerintah memang sedang memfinalkan aturan ini agar berlaku wajib mulai tahun 2025. Langkah ini Saya anggap penting untuk keberhasilan program, tetapi jangan hanya sebatas aturan diatas kertas. pengawasan nyata dilapangan jauh lebih menentukan. Karena jika tidak ditangani secara serius, hal ini bisa membahayakan anak-anak serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah. Kalau ditanya apa solusinya dari kasus MBG, menurut Saya harus ada evaluasi besar-besaran. Pertama, dapur-dapur yang bermasalah sebaiknya di tutup sementara, lalu diganti pengelolanya dengan tenaga yang kompeten dan sudah dilatih soal higienitas. Kedua pemerintah wajib mengadakan pemeriksaan terus menerus, supaya kualitas makanan bisa terus dipantau. Ketiga, perlu melibatkan pihak ketiga, seperti lembaga kesehatan atau organisasi masyarakat, agar pengawasan tidak hanya dilakukan internal pemerintah. Keempat, edukasi bagi para petugas dapur dan komunitas juga penting, supaya mereka paham betul bagaimana menjaga mutu makanan.Â
Lalu dari pemerintah sendiri perlu mempercepat distribusi, memperkuat infrastruktur, dan memanfaatkan pangan lokal. Dengan begitu program MBG bukan hanya jalan, tetapi juga berkelanjutan serta bisa mendukung ekonomi masyarakat  yang kurang. Saya juga menilai masukan dari orangtua dan sekolah sebagai penerima manfaat harus lebih didengarkan. Perlu ada mekanisme laporan cepat jika terjadi kasus keracunan, sehingga bisa langsung direspon tanpa menunggu banyak korban.Â
Kesimpulannya, menurut Saya kasus keracunan MBG ini bukan salah dari pemerintah, Â melainkan pengelola MBG lah yang harus di tekankan. ini menjadi pelajaran penting. Niat baik saja tidak cukup jika pelaksanaannya ceroboh. Anak-anak sebagai penerima manfaat utama dari program MBG ini justru bisa menjadi korban. Karena itu, semua pihak pemerintah pusat, daerah, sekolah, hingga masyarakat harus bekerja sama memperbaiki program ini. Seharusnya program MBG ini menjadi program yang aman, sehat, merata, dan benar-benar bermanfaat bagi generasi muda Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI