Mohon tunggu...
Jibril Gibran
Jibril Gibran Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

long life learner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ancaman Konflik Di Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia

19 Mei 2024   11:55 Diperbarui: 19 Mei 2024   12:03 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*Peta Nine Dash Line menurut New York Times

Laut China Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik yang berbatasan langsung dengan Indonesia. Laut China Selatan secara keseluruhan merupakan wilayah perairan strategis semi tertutup dengan fitur geografis kompleks dimana beberapa cakupan areanya memiliki potensi ekonomi sebagai jalur perdagangan internasional yang vital dan potensi sumber daya alam yang dapat dieksplorasi sehingga menjadikannya sebagai salah satu titik panas geopolitik dunia.

Beberapa aktivitas geopolitik dan klaim teritorial yang saling tumpang tindih dari berbagai negara yang saling bersinggungan atas wilayah di kawasan laut china selatan menjadi latar belakang ketidakstabilan situasi politik dan memicu eskalasi konflik dalam beberapa dekade terakhir. Terdapat dua hal yang menjadi sumber konflik yang memicu sengketa di Laut China Selatan, yang pertama yaitu penggunaan aturan UNCLOS atau United Nation Convention on the Law of Sea 1982 untuk memperpanjang yurisdiksi kedaulatan secara unilateral oleh Negara-negara pengklaim (claimant state) Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina di Laut China Selatan, dan yang kedua adalah klaim Nine Dash Line (NDL) yang diperkenalkan pertama kali pada Tahun 1947 dan diajukan secara resmi ke PBB pada Tahun 2009 oleh Republik Rakyat China (RRC). Klaim klaim tersebut berpotensi mengancam kedaulatan dan hak hak berdaulat negara lain. 

Meski Indonesia tidak turut serta menjadi negara yang melakukan klaim teritorial terhadap kawasan laut china selatan yang disengketakan, namun klaim NDL oleh RRC membuat Indonesia ikut terseret dalam sengketa tersebut. Klaim NDL oleh RRC tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen Indonesia di Laut Natuna bagian utara gugusan Kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau, klaim tersebut memiliki implikasi serius terhadap kedaulatan dan keamanan nasional.

*Peta Ilustrasi Overlay Garis Klaim NDL Cina dengan ZEE dan Landas Kontinen Indonesia. Sumber : Sopsal (2017)
*Peta Ilustrasi Overlay Garis Klaim NDL Cina dengan ZEE dan Landas Kontinen Indonesia. Sumber : Sopsal (2017)


Dampak potensial terhadap kedaulatan dan keamanan nasional yang dapat terjadi diantaranya adalah eksploitasi sumber daya alam di ZEE Indonesia oleh pihak asing tanpa izin, hal tersebut dibuktikan oleh sejumlah insiden yang telah terjadi di perairan Natuna sejak Tahun 2010 kemudian puncaknya terjadi pada 17 Juni 2016 saat Kapal Laut KRI Imam Bonjol diprovokasi secara serius oleh dua kapal coast guard RRC setelah gagalnya negosiasi untuk melepaskan kapal ikan Han Tan Chou yang masuk ke wilayah perairan Natuna, kemudian insiden tersebut ditanggapi secara serius oleh Pemerintah Indonesia khususnya Presiden Jokowi dengan mengirimkan sinyal kepada RRC melalui kunjungannya ke Natuna pada Tanggal 23 Juni 2016 dan melaksanakan rapat kabinet terbatas diatas KRI Imam Bonjol, tindakan lebih lanjut juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan peluncuran peta NKRI versi baru pada Tahun 2017 yang mengganti nama Laut china Selatan menjadi Laut Natuna Utara pada perairan yang termasuk wilayah laut dalam ZEE Indonesia sesuai konvensi Unclos 1982. Upaya penamaan Laut Natuna Utara dilakukan Indonesia setelah adanya temuan fakta dari gugatan unilateral Filipina  terkait perbatasan negaranya pada The Permanent Court of Arbitration (Mahkamah Arbitrase Internasional/MAI) di Den Haag Belanda pada 2016, dimana MAI menyimpulkan bahwa klaim sepihak dari RRC berdasarkan pada konsep NDL itu sama sekali tidak memiliki dasar hukum atau historis.

Namun meski Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa kali tindakan tegas melalui upaya diplomatik terhadap Pemerintah RRC, beberapa insiden kegiatan pelanggaran kedaulatan maritim Indonesia masih terjadi hingga saat ini. Hal tersebut membuktikan bahwa ancaman konflik di Laut China Selatan terhadap kedaulatan Indonesia adalah nyata dan signifikan, oleh karena itu eskalasi konflik yang dapat mempengaruhi stabilitas keamanan nasional sangat mungkin terjadi sehingga diperlukan taktik dan strategi diplomatik serta komitmen yang kuat dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan preventif dalam mengantisipasi potensi eskalasi konflik tersebut, demi mewujudkan kawasan Laut China Selatan yang aman, damai dan stabil. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia diantaranya adalah melalui diplomasi multilateral yang melibatkan seluruh negara berkepentingan, pengalokasian anggaran memadai untuk pembangunan infrastruktur maritim berbasis teknologi canggih serta memperkuat kehadiran militer beserta infrastruktur dalam kapasitasnya sebagai pengawas dan penegak hukum di kawasan Laut China Selatan.

Berkaca pada sengketa Pulau Sipadan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang berlangsung selama 33 tahun sejak 1969 hingga 2002 dan berakhir dengan lepasnya penguasaan kedua pulau tersebut dari Indonesia sesuai dengan Putusan Mahkamah Internasional, pengabaian terhadap konflik yang terjadi di Laut China Selatan dikhawatirkan akan membuat ketegangan yang ada saat ini menjadi semakin buruk sehingga membuat Pemerintah Indonesia dihadapkan pada pilihan merelakan wilayahnya diklaim sebagai wilayah negara lain atau menggunakan kekuatan militer untuk melindungi kedaulatan wilayahnya, yang pada gilirannya  akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian nasional akibat peningkatan pengeluaran uang negara di bidang militer. Langkah ini tidak hanya menguras sumber daya negara, tetapi juga dapat memicu konflik bersenjata yang lebih luas, yang berisiko terhadap stabilitas nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun