Oleh: [Joshua kimi Adi Cristian]
Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah unggahan teman di media sosial. Foto segelas kopi dingin, pemandangan alam, dan satu kalimat pendek: "Kabur aja dulu."
Bukan caption yang asing. Nyatanya, tagar ini makin sering muncul di linimasa kita terutama dari kalangan pekerja usia muda. Di balik kesan santai dan lucunya, saya menangkap satu hal yang lebih serius: banyak pekerja hari ini kelelahan.
Bekerja Terus, Tapi Tetap Merasa Kurang?
Jam kerja makin fleksibel, tapi anehnya makin tak terbatas. Pekerjaan bisa dilakukan dari mana saja, tapi malah terasa seperti harus dikerjakan setiap saat.
Teknologi yang seharusnya mempermudah justru membuat kita selalu bisa dihubungi, bahkan di malam hari, di akhir pekan, bahkan saat liburan. Rasanya sulit sekali benar-benar istirahat.
Saya pun merasakannya. Kadang pekerjaan datang bertubi-tubi. Email dan chat masuk tanpa henti. Tubuh masih duduk di depan laptop, tapi pikiran sudah kemana-mana. Over whelmed, tapi tak bisa berhenti
Kabur Sejenak Bukan Berarti Lemah
Dalam kondisi seperti itu, "kabur aja dulu" bukanlah bentuk lari dari tanggung jawab. Justru itu adalah bentuk keberanian untuk berkata, "Aku butuh istirahat."
Karena ternyata, yang lelah bukan hanya badan, tapi juga pikiran dan hati.
Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak pekerja hari ini kehilangan keseimbangan antara hidup dan bekerja. Kita terlalu fokus mengejar pencapaian, sampai lupa bahwa tubuh dan jiwa kita juga punya batas
Apakah Kita Benar-Benar Punya Work-Life Balance?
Konsep work-life balance kini lebih sering jadi jargon perusahaan ketimbang kenyataan. Banyak dari kita tahu pentingnya istirahat, tapi sedikit yang benar-benar bisa melakukannya tanpa merasa bersalah.
Padahal, jeda itu penting. Me-time itu penting. Bahkan untuk bisa produktif, kita harus tahu kapan berhenti.