Mohon tunggu...
hasran wirayudha
hasran wirayudha Mohon Tunggu... Wiraswasta - welcome to my imagination

orang kecil dengan cita-cita besar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Audrey, KPI dan LSF Harus Buka Mata

12 April 2019   09:04 Diperbarui: 12 April 2019   09:20 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini sedang viral kasus Bully yang berujung penganiayaan terhadap siswi SMP pontianak kalimantan barat yang bernama Audrey, para pelaku berjumlah 12 orang yang merupakan siswa sma di pontianak. 

Kasus ini viral lantaran penganiayaan yang dilakukan tergolong cukup sadis mulai dari kekerasan fisik kemudian kekerasan pada organ seksual, menurut informasi kepolisian bahwa berdasarkan pengakuan pelaku dan hasil visum menyebutkan kalau tidak ada tanda kekerasan pada organ seksual korban, kemudian tidak terdapat pula memar akibat penganiayaan tersebut.

Kejadian ini sangat menyita perhatian masyarakat bahkan youtuber dan artis-arti ibu kota ada yang sengaja datang untuk menjenguk Audrey yang saat ini masih dirawat di rumah sakit. 

Kemudian banyak pula netizen yang meminta hotman paris untuk membantu menyelesaikan kasus ini karena dari informasi yang beredar di medsos menyebutkan kalau orang tua salah satu pelaku adalah pejabat/ calon legislatif sehingga banyak masyarakat yang ragu kalau kasus ini ditangani serius oleh kepolisian.

Sekarang terlepas dari siapa yang salah dan benar, kasus bully seperti ini bukan yang pertamakali terjadi dilingkungan pelajar bahkan anak-anak, sehingga harus menjadi perhatian serius bagi kita semua tentang apa penyebab fenomena bully ini marak terjadi di indonesia, agar di masa yang akan datang tidak ada lagi kesus serupa.

Selain pendidikan anak yang masih belum baik, ada faktor lain yang juga cukup berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu tontonan baik melalui televisi atau media sosial. anak-anak memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap apapun, anak-anak cenderung terpengaruh dan mengikuti apa yang mereka lihat. 

Salah satunya adalah tayangan televisi yang semakin hari semakin banyak acara yang justru menampilkan hal tak baik seperti saling menghujat, saling ejek, saling serang, penggunaan kata-kata makian, hingga prilaku menyimpang seperti anak orang kaya membully temannya yang miskin, main geng-gengan, hingga prilaku kriminal seperti mengeroyok teman, menjahili teman, dan sebagainya.

Seperti yang kita tahu bahwa setiap acara yang akan ditayangkan harus lulus sensor oleh lembaga sensor film (LSF) kemudian diawasi oleh komisi penyiaran Indonesia (KPI) sehingga apa yang ditayangkan untuk khalayak umum betul-betul tontotan yang berkualitas. Cuman saat ini persepsi mengenai kualitas itu sendiri sering diperdebatkan dan kadang menemui jalan buntu.

Kata orang, acara tanpa konflik itu membosankan, bila orang bosan maka penontonnya sedikit, bila penonton sedikit maka iklan yang masuk pun akan sedikit, sedangkan perusahaan televisi itu pendapatan utamanya adalah dari iklan sehingga mau tidak mau acara televisi haruslah menarik, salah satu yang paling menarik adalah adanya konflik. 

Kalau kita bicara bisnis tentu setiap bisnis ingin mendapatkan profit yang banyak, tetapi sebagai warga negara yang baik sudah seharusnya kita ikut peduli dengan sesama, kita harus memikirkan apakah acara yang kita tayangkan lebih banyak berdampak baik atau buruk, jika banyak buruknya maka sudah sewajarnya kalau kita membekukan acara itu sebagai wujud kepedulian kita terhadap generasi bangsa.

Lembaga yang berwenang untuk mengatur segala hal penyiaran adalah LSF dan KPI. banyak kasus bully terjadi akibat anak-anak meniru apa yang mereka saksikan di TV, saya sering menemukan ada anak-anak SD berbicara kepada temannya menggunakan bahasa yang seharusnya dilarang seperti kata-kata kasar dan makian, kemudian sering juga saya temukan anak-anak SD dan SMP bergaul berkelompok-kelompok seperti geng, kemudian saling ejek dengan kelompok yang lain. 

Mereka tidak akan kepikiran untuk bergaul seperti itu kalau mereka tidak melihat contohnya dalam tontonan. kalau ingin bukti coba kalian berkunjung ke daerah-daerah terisoler tanpa listrik tanpa TV tanpa gadget, anak-anak bergaul selayaknya anak-anak, tidak ada geng-gengan, tidak ada kata-kata kasar makian, tidak ada bully yang berlebihan, semua begitu lepas tertawa, sekalipun bertengkar besok sudah baikan lagi.

Saya paham kalau yang menonton TV itu tidak hanya anak-anak tetapi juga orang dewasa khususnya ibu-ibu yang cenderung suka drama atau sinetron. 

Kita tidak harus menghilangkan acara-acara untuk dewasa hanya harus dilakukan pengaturan yang tepat untuk mengurangi potensi keburukan akibat ditonton oleh anak-anak seperti berikut ini :

1. Dalam dialog dilarang menggunakan kata-kata makian yang kasar.

2. Dalam adegan dilarang menampilkan tindakan kriminal yang bisa memberikan inspirasi pada pelaku kejahatan seperti cara mencokel mobil atau motor, cara mematikan CCTV, cara memalsukan dokumen, dan sejenisnya.

3. Film harus memiliki kategori umur sesuai kualifikasinya.

4. Film tema dewasa hanya boleh tayang pada jam-jam dimana anak-anak tidak bisa/ kecil kemungkinan untuk nonton seperti saat jam sekolah (08.00- 12.00),( 21.00-24.00), dan ( 00.00- 05.00).

5. Saat anak-anak menonton acara dengan kategori semua umur (SU) sebaiknya didampingi orang tua sambil memberikan edukasi mengenai apa yang baik dan apa tidak dalam acara tersebut.

Mungkin saya bukan orang yang pintar dalam hal perfilman, tetapi saya hanya peduli dengan apa yang sebaiknya di tayangkan untuk masyarakat sebagai wujud kepedulian terhadap generasi penerus bangsa. 

Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi, waktu terus berjalan dan apa yang sudah terjadi takkan pernah kembali, yang kita bisa lakukan hanyalah mencoba yang terbaik untuk saat ini dan untuk masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun