Mohon tunggu...
Jhon  sibarani
Jhon sibarani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Politik USU, Penikmat Kopi,

mengisi kekosongan waktu dengan menulis, suka berdiskusi dan bertanggung jawab sebagai SEKJEND di sebuah Kelompok Aspirasi Mahasiswa ( KAM ) BHINNEKA USU

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

PLTA Batang Toru, Siapa yang Terkena Dampak Negatif dan Dirugikan?

7 Juni 2020   17:00 Diperbarui: 7 Juni 2020   17:04 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat awalnya mendukung niat baik dari perusahaan yang membangun PLTA tersebut, mereka berpikir dengan adanya pembangunan di desa mereka dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat tersebut. 

Namun, kenyataan itu berbeda dari yang mereka bayangkan, masyarakat di desa tersebut tidak diterima bekerja di proyek pembangunan dengan alasan kapasitas masyarakat lokal  tidak memumpuni untuk bekerja dalam pembangunan PLTA tesebut namun kebanyakkan pekerja di pembangunan PLTA tersebut berasal dari tiongkok. 

Ini merupakan suatu hal yang ironis dimana seharusnya pemerintah Indonesia memperkerjakan masyarakat local yang berada disekitaran pembangunan agar mereka memiliki pekerjaan dan dapat meningkatkan taraf hidup mereka bukan mendatangkan para pekerja asing untuk bekerja di Indonesia. Kesenjangan sosial ini menimbulkan kembali kontra yang dilakukan masyarakat di desa bulu payung.

Tidak hanya masyarakat di desa bulu payung saja yang merasakan dampak negatifnya tetapi masyarakat di Kecamatan Marancar juga merasakan dampak negatif dari pembangunan tersebut karena wilayah mereka merupakan pusat proyek utama PLTA yang dimana turbin dan terowongan yang merupakan hal yang vital dari proyek 510 mega watt itu dibangun didaerah mereka. 

Hal yang memicu ketidakpuasan masyarakat marancar ialah perusahaan kerap menggunakan lahan masyarakat tapi membayar ganti rugi dengan harga tidak wajar. Masyarakat di iming-imingi oleh perusahaan jika tanahnya dijual masyarakat untung bisa usaha lain kemudian di iming-imingi bisa bekerja di perusahaan.

Akan tetapi proses jual-beli tanah itu tidak langsung perusahaan namun melalui calo. Mereka menganggap perusahaan tidak ingin terlibat langsung dengan masyarakat agar tak dapat di gugat dikemudian harinya. Perusahaaan dianggap banyak melanggar komitmen terhadap masyarakat lokal yang lahannya akan dibeli untuk dijadikan area pembangunan PLTA. 

Perekonomian masyarakat di Marancar mulai kian menurun dan terganggu. Awalnya mereka ingin bertani dan bercocok tanam namun mereka tidak memiliki tanah, sementara mereka tidak memiliki pekerjaan lagi, uang ganti-rugi juga tidak jelas dan masih bermasalah.

Sementara di daerah hilir yakni di Kecamatan Batang Toru, masalah yang ditemukan adalah sosialisasi tentang rencana pembangunan PLTA ini tidak merata dilakukan ke seluruh masyarakat yang ada didaerah tersebut. 

Banyak masyarakat di batang toru tidak mengetahui pembangunan tersebut padahal masyarakat yang tinggal di hilir sungai batang toru adalah wilayah yang paling rawan terkena dampak negatif dari proyek pembangunan PLTA tersebut.

Dok. SCOP
Dok. SCOP
Orang Hutan Tapanuli adalah Korban lain dari pembangunan PLTA Batang Toru

Dampak negatif dari pembangunan PLTA Batang Toru tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal yang tinggal di wilayah pembangunan PLTA tersebut, namun juga berdampak kepada habitat orang utan yang merupakan salah satu hewan yang sudah langkah spesiesnya yang berada di wilayah hutan tapanuli. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun