Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perlukah Berdoa di Media Sosial?

26 Oktober 2016   00:42 Diperbarui: 26 Oktober 2016   00:57 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi doa media Sosial. Sumber : Al-Islam

" Ya Tuhan, mohon sembuhkan segala penyakit ini, beri hamba kekuatan. Aminnnn,” kata seseorang lewat media sosialnya di Facebook pribadinya lengkap dengan foto kakinya yang sedang bengkak. Status ini kebetulan lewat di timline beranda facebook saya. Sebelum saya sempat like, saya tiba-tiba berpikir, apakah maksud dari kalimat ini? Apakah ini benar-benar sebuah doa yang tulus atau ketikan kata-kata untuk meminta simpati dan dukungan moral lewat jumlah like dan comment yang menyatakan simpatinya?

Zaman sekarang, semua ekspresi manusia bisa diungkapkan dimana saja, kapan saja, dengan siapa saja, bahkan lengkap dengan keterangannya. Jika dalam pelajaran bahasa Indonesia, ada Subjeknya, Predikatnya, Objeknya, lengkap dengan keterangannya karena foto-foto yang begitu mudah untuk diunggah dengan biaya yang sangat murah. Ekspresi itu bisa dalam segala bentuk, entah status dengan ekspresi kesenangan, kekecewaan, gembira, sedih, euphoria, kritik, fitnah, optimisme, dan lain-lain. Ekspresi yang diketik di media sosial semakin berwarna dan jelas dengan bertambahkan emoticondi status media sosial sehingga semua status seseorang relatif mudah untuk ditebak suasana hatinya.

Hal yang lazim, biasa, dan standar bagi pengguna media sosial adalah berbagi terutama berbagi kondisi, berbagi motivasi, kesenangan, dan hal-hal lain yang bersifat positif. Kemudian, lambat laun, karena segala ekpresi manusia baik positif dan negatif juga bisa di ketik, di emoticon,bahkan di foto di media sosial, maka ekspresi yang negative pun menjadi lumrah dan sudah biasa. Lama kelamaan, ekspresi berupa kritikan, fitnah, hingga isu-isu SARA pun menjadi semakin marah karena media sosial tidak mengenal ketikan huruf yang bersifat negatif tersebut.

Bagaimana dengan berdoa? Apakah itu merupakan status yang positif atau negatif? Sebenarnya sah-sah saja seseorang menuliskan doanya di media sosialnya, toh itu masing-masing pemilik akun media sosial memiliki hak masing-masing untuk berekspresi sepuasnya meski tetap ada undang-undang yang berkaitan seperti UU ITE, UU pencemaran nama baik, dan lain-lain. Tetapi, masalah berdoa, jelas tidak ada UU yang mengaturnya, bahkan pemuka agama pun tak berhak untuk melarang seseorang menuliskan doanya di media sosialnya.

Kembali ke defenisi doa, dalam agama Islam, doa merupakan suatu permohonan atau permintaan yang bersifat baik terhadap Allah SWT agar diberikan kemudahan, kesehatan, kebaikan, keberkahan, kesehatan dan jalan keluar dari kesulitan dan lain-lain. Sementara doa yang berarti mengundang hadir atau mengajak dilakukan dengan cara menghadirkan arti-arti sifat Allah SWT. yang berjumlah 99 (asmaul husna) di setiap perilaku kita sehari-hari. Hal ini dijelaskan dalam Alquran, surat Al-A’raf: 180. "Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan."(QS. Al-A’raf: 180)

Dalam defenisi KeKristenan, Doa merupakan media komunikasi untuk berbicara kepada Tuhan untuk memohon, meminta belas kasihan, memuji, dan mengakui keberadaan Allah secara utuh. Bahkan Alkitab juga menegaskan “Apabila kamu berdoa, jangan kamu seperti orang munafik; karena mereka suka berdoa sambil berdiri di sinagoga-sinagoga dan di tikungan-tikungan jalan raya agar dapat dilihat orang-orang. Dengan sungguh-sungguh aku mengatakan kepadamu: Mereka telah memperoleh upah mereka sepenuhnya.” (Kitab Matius 6 : 5).

Tak jauh beda dengan kamus besar bahasa Indonesia, Doa merupakan permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan. Tujuannya jelas, ketiga defenisi ini menjelaskan doa itu hanya ditujukan kepada Tuhan, sifatnya tidak diumbar dan benar-benar memohon dengan iklas tanpa unsur dan motivasi yang lain.

Masing-masing defenisi diatas setuju bahwa doa adalah komunikasi kepada Tuhan berbentuk harapan, permintaan, dan pujian, dan jika bisa dilakukan pada tempat yang seharusnya, agar manusia bisa berdoa benar-benar dari hati, jujur mengakui kesalahan tanpa menutupi kepada pihak lain. Sasaran dari doa dari defenisi tersebut diatas merupakan Tuhan itu sendiri, bukan media sosial yang bersangkutan, atau bahkan manusia yang sama sekali tidak bisa mengabulkan permohonan dan doa manusia.

Efek Ingin Mendapat Simpati

Media sosial cenderung dengan simpati yang digambarkan dengan like dan komentar status yang mendukung sehingga keberhasilan dan popularitas sebuah status yang diketik pengguna media sosial bergantung pada jumlah like dan comment dan view dari status tersebut. Jika statusnya banyak di like, dicoment, dan view yang banyak, maka persepsi pengguna media sosial terhadap status tersebut adalah sebagai sesuatu yang bernilai lebih, memiliki kapabilitas, pantas untuk ditiru, dan layak untuk dibalas dengan kebaikan. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang membuat status dengan jumlah respon yang sedikit, maka ada kebiasaan untuk membuat status yang lebih menyakinkan, mendapat simpati, dan lain-lain. Padahal, tindakan yang demikian belum tentu menghasilkan kualitas respon yang baik.

Simpati yang didapat dari status doa memang cukup signifikan positif dan mendukung, terutama like, komentar yang bahkan berujung pada empati yang tidak sedikit. Doa bisa mengubah segala sesuatu, rasa tidak sadar pengguna media sosial mengantarkan hal ini menjadi sebuah kebiasaan yang akhirnya bermuara pada sebuah kebudayaan yang akan menjadi lazim nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun