Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kualitas Tenaga Pendidik Indonesia Rendah, LPTK Wajib Berbenah

17 Desember 2018   21:34 Diperbarui: 20 Desember 2018   08:06 3327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1 LPTK bisa menghasilkan ribuan wisudawan/wati setiap prosesi wisuda. apakah mereka benar-benar berkompeten sebagai tenaga pendidik? foto : unj.ac.id

Salah satu faktor terpenting dalam memajukan pendidikan suatu negara adalah kualitas tenaga pendidik atau guru. Maka tak heran jika sesudah Hiroshima dan Nagasaki , Tokyo dan berbagai kota strategis Jepang diluluhlantakkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1945, yang pertama dilakukan oleh Jepang adalah melakukan pendataan jumlah guru. Usaha mereka sukses, satu dekade kemudian Jepang perlahan merangkak dari derita perang menjadi salah satu negara super power di dunia.

Demikian juga Malaysia pada pada zaman Order Lama hingga Orde Baru, mereka mengimpor guru berkualitas dari Indonesia dengan gaji besar sebagai investasi jangka panjang mereka terhadap anak-anak didiknya. Saat ini, kenyataan malah terbalik, pelajar Indonesia lebih banyak menimba ilmu di Malaysia dibanding dengan pelajar Malaysia yang menimba Ilmu di Indonesia.

Indonesia bukannya tidak memiliki guru berkualitas bahkan banyak guru-guru Indonesia yang mengajar di luar negeri. Tetapi, di dalam negeri Indonesia itu sendiri, kualitas dari guru tersebut masih relatif jauh di bawah standar negara-negara lain. Jika perkembangan zaman dan teknologi standarnya selalu hampir merata di seluruh dunia, mestinya standar kualitas guru juga harus merata pada saat yang sama di seluruh dunia. Setiap dinamisme perkembangan zaman wajib diikuti oleh dinamisme perkembangan pendidikan itu sendiri agar kualitas pendidikan meningkat secara relevan juga.

Dalam berbagai penelitian yang meneliti tentang "korelasi antara kualitas tenaga pendidik terhadap mutu pendidikan suatu negara", semuanya mengungkapkan bahwa kualitas tenaga pendidik berbanding lurus terhadap mutu pendidikan suatu negara. Semakin berkualitas tenaga pendidik, maka semakin maju mutu pendidikan negara tersebut. Standar mutunya dapat dilihat dari tingkat literasi anak didik, karya ilmiah yang dihasilkan, inovasi yang dilakukan oleh guru dan anak didik, hingga nilai indeks pembangunan manusia (IPM) negara yang bersangkutan. Untuk menghasilkan guru yang berkualitas tersebut, tentu ada input, lembaga dan output yang bertanggung jawab dalam menciptakan guru secara kualitas maupun secara kuantitas.

Salah satu lembaga yang paling bertanggung jawab dalam mengelola kualitas tenaga pendidik di Indonesia adalah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang berada di bawah naungan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

 LPTK Abal-abal dan Lulusan yang Mubajir

Praktek wisuda kampus abal-abal yang sempat viral 2015 lalu. Mau dibawa kemana lulusan mereka? sumber : Tempo
Praktek wisuda kampus abal-abal yang sempat viral 2015 lalu. Mau dibawa kemana lulusan mereka? sumber : Tempo
Menurut data statistik Kemenristekdikti, jumlah LPTK hingga tahun 2018 mencapai 421 lembaga dengan jumlah mahasiswa sebanyak 1.440.000 dengan jumlah wisudawan 200.000 -- 300.000 orang setiap tahunnya. Artinya, ada mahasiswa yang wisuda dengan gelar S.Pd sebanyak 200.000 orang setiap tahunnya dan pada saat yang sama input yang masuk akan melebih jumlah yang lulus tersebut karena tidak akan semuanya benar-benar selesai tepat waktu dalam 4 tahun dan kecenderungan masing-masing prodi di LPTK untuk menambah kuota kelas prodinya. Jumlah yang sangat banyak dan sebenarnya sangat memadai dari segi kuantitas untuk memenuhi kekurangan tenaga penduduk hingga ke pelosok negeri. Sebagai catatan, per tahun 2018 saja, ada lebih dari 200.000 tenaga pendidik yang pensiun.

Dari 421 Lembaga LPTK tersebut ada catatan yang membuat miris, yaitu hanya 18 LPTK yang terakreditas A, yang terakreditasi B sebanyak 81 LPTK. Total yang baru terakreditasi A dan B baru 99 LPTK, sedangkan sisanya sebanyak 322 LPTK akreditasnya di bawah B dan sudah dipastikan kualitasnya sangat tidak memadai sebagai pencetak calon guru. Banyak LPTK abal-abal yang menjadi parasit dalam dunia penghasil tenaga kependidikan. Lantas, mengapa masih dibiarkan begitu saja?

Surplus lulusan ini bukan berarti jaminan bahwa seluruh lulusan berkualitas dan benar-benar akan berniat untuk tenaga pendidik. Dari pengamatan penulis di salah satu jurusan salah satu kampus LPTK berakreditasi A di Jakarta, hanya sekitar 25% lulusan Sarjana Pendidikan yang benar-benar mengabdi menjadi guru, sedangkan 75% memilih untuk bekerja sebagai pegawai di perusahan swasta, multinasional, melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister, dan menjadi wirausahawan.

Saya menyelidiki lebih dalam tentang motivasi mereka dalam menempuh pedidikan tinggi di LPTK, lebih dari 50% menjawab karena faktor pilihan kedua atau ketiga saat ujian SBMPTN baik undangan maupun tertulis, artinya motivasi untuk masuk LPTK tidak sebesar motivasi dan harapan untuk kuliah di universitas pilihan pertama. Lalu 20% karena faktor geografis (ingin lebih dekat dengan rumah), 10%karena ingin benar-benar menjadi guru, 10% karena asal masuk Perguruan Tinggi Negeri saja, dan 10% karena alasan kebanggaan terhadap kampus yang bersangkutan.

Jika dibandingkan dengan kampus yang non LPTK atau non kependidikan, 95% dari mereka menyatakan telah mantap memilih jurusan yang mereka inginkan serta ingin sekali berkarir sesuai dengan jurusan yang mereka pelajari saat kuliah. Untuk kampus negeri yang tenar macam UI, ITB, UGM, Brawijaya, UNDIP dan lain-lain, ada rasa kebanggaan tersendiri ketika kuliah di kampus tersebut sehingga menjadi prestise yang memang layak dipamerkan ke khalayak umum. 

Kualitas Input Tidak Memadai

Tes fisik, salah satu tes dan pemeriksaan sebelum masuk IPDN. Standar tinggi yang ditetapkan diharapkan lulusannya memiliki kualitas yang maksimal dari segala bidang. sumber : dharapospapua.com
Tes fisik, salah satu tes dan pemeriksaan sebelum masuk IPDN. Standar tinggi yang ditetapkan diharapkan lulusannya memiliki kualitas yang maksimal dari segala bidang. sumber : dharapospapua.com
LPTK (disebut IKIP dulu) sebenarnya tak ubahnya dengan AKABRI, AKPOL, STIS, STIP, STAN, dan IPDN. Lulusannya sama-sama diprospek menjadi lulusan yang profesional di bidangnya masing-masing. Jika lulusan IPDN menjadi profesional dan mengabdi sebagai aparatur pemerintahan, begitu juga dengan lulusan LPTK langsung menjadi profesional dan mengabdi dalam bidang pendidikan.

Tetapi, jika ingin membandingkan lulusan LPTK dengan lulusan IPDN atau STAN mestinya kita perlu selidiki, bagaimana kualitas inputnya. Jika IPDN dan STAN memiliki standar tersendiri dalam menentukan siapa yang berhak dan lolos untuk menjadi mahasiswanya seperti standar kesehatan, fisik, mental, intelijen, kemampuan akademik, dan lain sebagainya. LPTK hingga saat ini tidak memiliki standar yang layak diperitungkan dalam penerimaan mahasiswanya.

Sebagai gambaran, Passing grade program studi di LPTK rata-rata jauh lebih rendah daripada passing grade dari hampir semua prodi universitas non LPTK yang diuji dengan SBMPTN. Passing grade merupakan nilai ambang batas minimal perolehan skor ujian SBMPTN agar diterima diprodi tersebut. Sehingga jika passing grade nya rendah, sudah jelaslah bahwa peminatnya sepi, kualitasnya kurang baik, dan prospek masa depan lulusannya tidak seluas prodi yang passing gradenya tinggi.

Berkaca Ke Finlandia

Universitas Turku, salah satu lembaga penghasil tenaga pendidik terbaik di Finlandia dan Dunia. sumber : turun yliopisto
Universitas Turku, salah satu lembaga penghasil tenaga pendidik terbaik di Finlandia dan Dunia. sumber : turun yliopisto
Jika kita berkaca kepada Finlandia, salah satu negara dengan kualitas pendidikan terbaik didunia yang tentunya memiliki kualitas guru terbaik pula, sistem selesksi calon guru di Finlandia amatlah ketat. 

Passing grade untuk pendidikan keguruan di Finlandia bahkan lebih tinggi dari passing grade masuk ke program studi kedokteran sehingga total yang diterima untuk kuliah di sana hanyalah 5-8% dari total jumlah pelamar untuk memastikan guru yang akan dihasilkan adalah guru yang benar-benar berkompeten dan berkualitas. Lembaga penghasil guru macam LPTK di Finlandia juga sangat dibatasi, hanya ada beberapa universitas saja yang diberikan izin untuk mencetak sarjana pendidikan nantinya.

Lembaga LPTK yang terbatas serta sistem seleksi yang sangat ketat membuat jurusan kependidikan menjadi yang terpopuler di Finlandia. Pun demikian dengan output-nya, pemerintah Finlandia benar-benar langsung menempatkan para lulusan sarjana pendidikan untuk mengajar disekolah sesuai dengan jurusan yang telah dipelajari. Karena sistem seleksi yang super ketat serta output yang berkualitas, pemerintah Finlandia mengganjar mereka dengan gaji yang sangat mahal. Untuk gaji awal saja, seorang guru sudah langsung berhak memperoleh U$ 29.000,00 atau melebihi Rp 320 juta setiap tahunnya. Seleksi yang ketat, hasil yang ketat dengan jaminan kehidupan membuat naluri anak-anak untuk bersaing menjadi sangat tinggi. Para orangtua di Finlandia mayoritas mendambakan anaknya agar menjadi guru karena guru sangat dihormati, taraf hidupnya pasti dijamin baik.

Meskipun sudah diterima menjadi guru bukan berarti guru boleh bersantai selamanya. Guru Finlandia diwajibkan untuk minimal menempuh pendidikan hingga Magister. Kemudian setiap tahun akan diadakan test kompetensi lagi sehingga di balik upaya penilaian dan evaluasi, sehingga ada upaya mempertahankan dan meningkakan kualitas tenaga pendidik di Finlandia.

Belajar dari apa yang dilakukan oleh Finlandia, Kemenristekdikti sudah seharusnya dari dahulu mengadopsi penyaringan guru dengan cara membatasi jumlah LPTK. Membatasi jumlah LPTK merupakan langkah awal agar kualitas input sebanding dengan kualitas output di mana para Sarjana Pendidikan (S.Pd) ini nantinya benar-benar bisa diandalkan dalam dunia kependidikan.

Memiliki 421 lembaga LPTK dengan 1.440.000 mahasiswa aktif dengan lulusan 300.000 sarjana pendidikan yang tidak produktif setiap tahunnya adalah sebuah penghianatan tidak sengaja kepada salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 yang berisi "Mencerdaskan kehidupan bangsa". Bagaimana upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara jika negara mengizinkan sekian banyak LPTK yang kualitasnya rendah? Bagaimana upaya mencerdaskan kehidupan bangsa jika lulusannya yang berlabel S.Pd ini ternyata lebih doyan melayani nasabah di bank?

Melihat kualitas para sekolah tinggi penghasil tenaga profesionalis macam STAN, STIS, AKBRI, AKPOL, IPDN, dan lain-lain, Kemenristekdikti mau tidak mau harus membuat aturan baru agar hanya beberapa universitas saja yang boleh mencetak tenaga keguruan. Bahkan jika perlu, dikembalikan ke seperti zaman IKIP dulu, di mana satu universitas memang khusus untuk menghasilkan tenaga pendidik profesional. Sistem seleksinya juga harus ketat. Harus ada jalur ujian khusus keguruan, tidak boleh disamakan dengan penerimaan mahasiswa di program pendidikan yang lain. Mereka juga wajib jaminan mereka akan ditempatkan langsung sebagai tenaga pendidik profesional. Merekalah yang benar-benar berhak untuk menjadi pewaris tenaga kependidikan.

Cukup 6 LPTK Saja

Simulasi yang saya tawarkan adalah pemerintah membuat surat keputusan dan UU agar LPTK cukup 5-6 saja. Dari 18 Perguruan tinggi yang terakreditasi A disaring lagi menjadi 5-6. 1 ditempatkan di Medan (UNIMED), 2 di Jawa (UNJ dan UPI Bandung), 1 di Kalimantan, 1 di Sulawesi, dan 1 di Papua. 

Passing grade LPTK harus lebih tinggi dari tes masuk kedokteran serta memiliki sistem seleksi tersendiri seperti tes akademik, tes pedagogik dan andragogik, tes fisik dan kesehatan serta psikologis. Semua tes ini harus lebih tinggi standarnya dari tes masuk jurusan apapun. Jika dikalkulasikan jumlahnya masing-masing LPTK memiliki mahasiswa 2.000, maka total ada 12.000 mahasiswa LPTK yang diperkirakan lulus setiap tahun. Semua lulusan ini diwajibkan menjadi guru sebagaimana lulusan STAN diwajibkan menjadi pegawai di Kemenkeu.

Jumlah 12.000 lulusan kependidikan jelas akan sangat efektif bagi negara untuk mendistribusikan tenaga pendidik berdasarkan kebutuhan jumlah tenaga pengajar kita. LPTK juga tidak boleh lagi memperbolehkan sarjana murni untuk berkesempatan menjadi guru seperti yang marak terjadi saat ini di mana para sarjana murni memiliki hak yang sama dengan S.Pd untuk menjadi guru dengan syarat mengikuti Program Pendidikan Guru (PPG). Padahal sarjana murni tidak mempelajari pendidikan pedagogik, dan lulusan pendidikan yang sudar pelajar pedagogik masih disuruh lagi untuk belajar pedagogik dan andragogik.

Distribusi dan jaminan penempatan tenaga pendidik keseluruh area dan pulau di Indonesia harus disertai dengan jaminan hidup yang layak. Minimal, diberikan gaji 3 kali lipat dibandingkan dengan gaji Aparatur Sipil Negara pada umumnya serta diberikan fasilitas berupa tunjangan hidup, rumah, jaminan kesehatan, dan lain-lain. Sejalan dengan itu pemerintah menyediakan infrasturktur pendidikan juga ke berbagai pelosok daerah Indonesia agar para guru betah dan semangat untuk mendidik disana.

LPTK tak boleh berhenti sampai disini, LPTK wajib melakukan evaluasi terhadap guru-guru profesional tersebut dengan melakukan berbagai test, memberikan pelatihan hingga beasiswa untuk studi ke luar negeri yang kualitas pendidikannya tinggi macam Singapura, Selandia Baru, Finlandia, Inggris, Swedia, dan lain sebagainya. 

Evaluasi kepada guru saat ini masih terliat sekedar ala kadarnya saja. Melalui program yang bernama sertifikasi guru setiap semesternya, para guru lebih termotivasi untuk mendapatkan dana sertifikasi, bukan bagaimana meningkatkan kualitas pengajaran dikelas berupa metode pembelajaran, media, hingga sumber belajar.

Angka 12.000 per tahun memang jumlah yang sedikit bagi kebutuhan tenaga pendidik di Indonesia tetapi jika ini dilakukan secara konsisten, lama-lama semua guru akan berkompeten, semua guru sejahtera, semua sarjana pendidikan produktif, serta semua LPTK benar-benar berjalan sesuai fungsinya dan yang paling utama adalah terciptaya pendidikan yang berkualitas. 

Biarkan LPTK yang lain dan dibubarkan tadi beralih menjadi universitas umum dengan output sarjana murni saja. Karena Pendidikan adalah masa depan generasi bangsa yang tidak boleh ditawar dengan harga dan kualitas murahan. Jika Inputnya berkompeten, maka outputnya tak perlu diragukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun