Mohon tunggu...
Jevi Saputra
Jevi Saputra Mohon Tunggu... hanya manusia biasa yang pada akhirnya kembali ke tanah

S1 Ekonomi Pembangunan, S2 Manajemen, Penulis. Pembaca. Ig. @Jevi_Chatib Fb. Jevi Saputra "Menerobos dinding kebodohan dan membuka pintu dunia menjelajah cakrawala dengan selalu menggali ilmu dengan membaca"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nugal atau Najuk, Tradisi yang Masih Lestari di Desa Lidung

28 Oktober 2019   10:51 Diperbarui: 28 Oktober 2019   11:31 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Lidung memiliki Tradisi unik  yan termasuk dalam kearifan lokal dan penuh dengan nilai -- nilai gotong royong, ramah tamah, saling berbagi, serta kebersamaan begitu kuat yang saat ini masih lestari yaitu Nugal atau Najuk. 

Tradisin ini merupakan suatu kebiasaan yang telah dilakukan  sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi  yang di teruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan.

Nugal atau Najuk adalah tradisi orang Lidung menanam padi di lahan kering yang di sebut huma ( Umo atau Ladang). Prosesi nugal ini terlebih dahulu dimulai dengan membuka lahan Pullan rimba (hutan rimba) dengan cara di tebang dan di bakar  lahan yang dijadikan huma atau Ladang.

Namun, menurut kebiasaan sebelum melakukan kegiatan tersebut para masyarakat di jamu dengan memberi makan dan minum terlebih dahulu. Kegiatan tersebut dilakukan dengan memakai sebatang kayu (Tongkat Kayu) yang dibawahnya di tajam atau di lancipkan yang berfungsi untuk membuat lobang dengan cara menujah bagian dari tanah yang akan di tanam tanaman tersebut.

Istilah Nugal ini berasal dari nenek moyang setelah Indonesia merdeka, masyarakat turun ke halaman untuk menanam padi untuk memenuhi sebuah kebutuhan hidup di masa itu. 

Hal itu masih tetap utuh dan menjadi sebuah tradisi yang masih ada di Desal Lidung dengan generasi yang begitu modern tradisi ini tidak punah di makan waktu.

Seperti tradisi lainnya yang tidak tampak lagi pada saat ini, Pemukulan Gong saat mau mengadakan rapat musyawarah mufakat atau mau memanen ikan di lubuk larangan (Lebung Gedang), dan permainan tradisional tak tampak lagi di mainkan misalnya Petak umpet, Gundu atau Kelereng, Bola Bekel,  Layang-layang saat musim panen tiba, Gasing, Bola Gasti, hal ini tergerus oleh zaman yang serba modern dengan tehnologi di Abad 21 yang serba menggunakan mesin membuat manusia menjadi malas dan kreatif .

Anak -- anak tidak lagi mengisi halaman rumah melakukan permainan tradisional sekarang lebih asik memegang gudget atau hamdphone Android bahkan permainan tradisional tersebut kalah dari permainan modern seperti Mobile Legend, PUBG dan Free Fire yang marak sedang hint di tahun 2019 ini. 

Bukan saja di mainkan oleh anak -- anak tapi juga orang dewasa, permainan ini bisa berdampak buruk bagi psikologis dan bersosialisasi antar masyarakat menjadi berkurang. 

By. JEVI SAPUTRA

Facebook       : Jevi Saputra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun