Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Saatnya Berfilsafat Bersama Anak-anak

3 September 2019   16:54 Diperbarui: 3 September 2019   17:10 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari, pukul 09.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA). Aula Universitas Nusa Nipa (UNIPA) Maumere di lantai 2 gedung utama tampak dipadati mahasiswa dan rekan dosen. Mereka tampak antusias menghadri pelatihan "berfilsafat bersama anak-anak" yang saya dan rekan saya berikan. Sejak bulan lalu proposal pelatian itu saya kirim dan ditanggapi pimpinan universitas tersebut. Saya dan rekan saya dari Pusat Pengembangan Etika, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya tentu merasa bersyukur dan senang diberi kesempatan dan "panggung" terhormat ini.

"Berfilsafat Bersama Anak-anak" bukan sebuah aktivitas yang mudah dilakukan, baik dari pihak pelatih maupun dari pihak peserta (mahasiswa dan dosen yang tertarik). Dari pihak fasilitator, kami sebagai orang yang menggeluti filsafat secara professional, kami lebi suka fokus pada teks dan pada debat pemikiran. Ada kecenderungan dalam diri teman-teman untuk mengabaikan dimensi aplikatif. Kami seringkali gagal memvawa filsafat ke kehidupan nyata. Barangkali ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa kuliah-kuliah filsafat kadang menjadi kurang menarik.

Dari pihak peserta, berinteraksi dengan aktivitas filosofis mungkin merupakan pengalaman baru dan pertama. Mereka datang dengan persepsi yang berbeda mengenai filsafat. Ada yang pasti mengikuti pandangan masyarakat umum, bahwa berfilsafat hanya akan menghabiskan waktu dan tidak perlu. Tetapi ada juga yang berhasil melihat hal-hal positif dalam kegiatan semacam ini.

Mendorong Sikap Bertanya

 Kami tidak melakukan kegiatan yang aneh atau rumit. Kami datang jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk melatih keterampilan bertanya. Setelah penjelasan umum dari saya, peserta kemudian dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Kegiatan dilakukan berdasarkan instruksi dinamika kelompok yang saya berikan.

Kami meminta peserta menonton sebuah video pendek yang kami ambil dari youtube. Video tersebut cukup kuat dan bisa memicu diskusi, baik dari sisi gambar dan perwatakan maupun pesan yang hendak disampaikan. Video itu berkisah tentang seorang perempuan cantik yang bersekongkol dengan seorang pemuda dalam sebuah tindakan pencurian (pencopetan) di ruang publik. Digambarkan, seorang laki-laki (penjahat) berjalan ke arah mesin pembelian tiket kereta api. Tampak laki-laki itu berlama-lama melakukan transaksi pembelian tiket, sehingga perempuan yang ada di belakangnya menjadi tidak sabat. Padahal, perempuan itu rekan dan pencuri itu yang sama-sama memiliki maksud yang sama, yakni hendak mencuri.

Begitu perempuan itu selesai membeli tiket, dia tampak berjalan ke arah apron kereta api dan dia tampak kecewa karena kereta api baru saja lewat. Dia lalu duduk di sebuah bangku di mana sudah ada seorang laki-laki yang duduk dan sedang membaca (calon korban). Keduanya tampak sibuk dengan diri dan aktivitas mereka sendiri-sendiri, tidak ada interaksi di antara mereka. Sampai suatu kesempatan, perempuan itu menaruh tasnya di samping dia (diantara dirinya dan pemuda yang sedang membaca). Tidak lama berselang, seorang pemuda (yang tadi duluan membeli tiket kereta api di mesin tiket) berjalan ke arah bangku, merampas tas itu dan segera melarikan diri.

Pemuda di bangku itu yang meliat kejadian itu secara spontan dan segera mengejar perampas tas itu. Pemuda itu akhirnya berhasil merebut tas dan membawanya kembali ke perempuan pemilik tas. Perempuan langsung memeluk laki-laki itu sebagai ucapan terima kasih.

Adegan berikutnya, perempuan itu segera memasuki kereta api. Begitu duduk di kereta api itu, perempuan itu segera mengeluarkan sebuah dompet dan mengamat-amati dompet tersebut. Ketika dibuka, kamera menyorot identitas (KT) laki-laki pemilik dompet dan beberapa lembar uang. Setela itu, sebuah teknik flash back menunjukkan bagaimana perempuan itu mencopet dompet dari laki-laki yang menolongnya. Ketika memeluk laki-laki itu, tangan perempuan langsung bergerak menuju kantong laki-laki tersebut dan dengan cepat mengambil dompet laki-laki tersebut. Adegan itu terjadi begitu cepat sehingga laki-laki itu tidak menyadari bahwa dompetnya sedang berpindah tangan.

Para peserta kemudian bekerja dalam kelompok (ada 6 kelompok). Berdasarkan video yang telah ditonton, setiap kelompok diminta mengemukakan pertanyaan. Mereka harus mengelompokkan pertanyaan-pertanyaan itu ke dalam pertanyaan tertutup, pertanyaan terbuka dan pertanyaan ragu-ragu. Pertanyaan itu ditulis di atas kertas post-it dan kemudian ditempelkan di flow chart yang sudah disediakan.

Pertanyaan disebut tertutup jika jawaban atas pertanyaan tersebut dapat diperolah dengan segera melalui penginderaan (melihat, mendengar, meraba, merasakan, menyentuh), melalui percobaan, berkonsultasi pada buku dan sumber-sumber tersedia, atau bahkan menanyakannya ke ahli. Pertanyaan disebut terbuka jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut masih bisa diperdebatkan, membuka kemungkinan kepada perdebatan selanjutnya, jawaban-jawabannya bersifat abstrak, setiap orang memiliki perspekstif yang masih beragam, dan semacamnya. Pertanyaan rag-ragu jika kelompok belum sepakat apakah dimasukkan ke dalam pertanyaan tertutup atau terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun