Sejak kecil saya kerap dipanggil dengan sebutan 'kutu buku' atau 'cacing buku'. Panggilan tersebut menurut saya bagaikan sebuah pujian.
Ketika uang angpao teman-teman sebaya saya digunakan untuk membeli baju atau sepatu baru, uang angpao saya selalu saya gunakan untuk membeli buku baru.
Kebiasaan membaca buku saya yang langgeng hingga sekarang sebenarnya terjadi karena ketidaksengajaan. Tidak ada yang mengenalkan saya dengan buku. Mungkin ini yang namanya jodoh sekaligus jalan hidup, yah?Â
Dari Crayon Shinchan, Dan Brown, hingga 'terpaksa' membaca buku bahasa Inggris. Inilah kisahku tumbuh bersama dengan buku.Â
Crayon Shinchan
Masih teringat dengan jelas pertemuan pertama saya dengan buku bacaan selain buku pelajaran. Saat itu umur saya mungkin sekitar 7 atau 8 tahun dan duduk di bangku sekolah dasar kelas 2.
Buku tersebut saya temukan di laci lemari yang tante saya tinggalkan setelah ia merantau ke luar kota. Buku tersebut adalah komik serial Crayon Shinchan.
Saat itu saya masih belum mengerti tata cara membaca komik. Saya hanya melihat gambarnya dan membaca kalimat sekadarnya tanpa mempedulikan jalan cerita hidup Crayon Shinchan.
Saya sangat tertarik dengan gambar dan cerita Crayon Shinchan yang lucu. Namun sebenarnya banyak kalimat kasar, gambar-gambar tidak pantas, hingga perlakuan buruk yang tidak seharusnya dibaca seorang anak kecil. Saya dulu tidak mengerti maksud dari kalimat "untuk 15 tahun ke atas".Â
Ketika beranjak remaja barulah saya sadar ternyata Crayon Shinchan (terkadang) adalah anak yang durhaka. Misalnya tingkah Crayon Shinchan yang suka memamerkan bokongnya di tempat umum. Syukur saya saat itu hanya membaca saja, tidak menjadikan Crayon Shinchan sebagai inspirasi hidup saya.Â