Mohon tunggu...
Jeniffer Gracellia
Jeniffer Gracellia Mohon Tunggu... Lainnya - A lifelong learner

Menulis dari Kota Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nasib Anak-anak yang Terjebak di Zona Perang dan Area Konflik

12 Mei 2021   20:31 Diperbarui: 26 April 2022   04:57 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang tentara anak yang baru direkrut di Kota Sana'a, Yaman pada 16 Juli 2017 | Foto diambil dari Independent

Sejak bentrokan pecah di kompleks Masjid Al-Aqsa pada 7 Mei 2021 hingga hari ini, perseteruan antara Israel dengan Palestina telah menelan nyawa sebanyak 20 orang warga Palestina.

Ada 9 dari 20 korban tersebut adalah anak-anak, di mana salah satunya adalah seorang anak berusia 1 tahun. UNICEF lewat pernyataannya yang dirilis pada 11 Mei 2021 menyatakan bahwa 4 dari 9 anak-anak yang menjadi korban adalah saudara kandung. UNICEF juga menambahkan bahwa para korban adalah teman satu sekolah.

Sedangkan di Israel, terdapat satu anak yang dipastikan terluka. Tiga sekolah juga dilaporkan rusak, satu di Israel dan dua di Jalur Gaza.

Selain 9 anak-anak Palestina yang tewas, 25 anak-anak Palestina dipastikan terluka. Kemungkinan angka anak-anak yang menjadi korban dari permasalahan ini juga akan terus meningkat jika kita melihat eskalasi situasi beberapa hari ini.

Anak-anak di zona perang dan area konflik

Tidak ada yang mau hidup di zona perang dan area konflik, semua orang tentu mengejar kedamaian. Namun anak-anak yang terjebak di zona perang dan area konflik adalah kelompok masyarakat yang paling merasakan dampak merusak yang mendalam sekaligus bertahan lama. 

Sekitar 415 juta anak atau 1 dari 6 anak di dunia hidup di zona perang dan area konflik.

Para murid berlari melewati bangunan yang rusak di kota Damaskus, Suriah pada 30 April 2016 | Foto diambil dari The Atlantic
Para murid berlari melewati bangunan yang rusak di kota Damaskus, Suriah pada 30 April 2016 | Foto diambil dari The Atlantic

Mereka tidak memiliki pilihan selain mengalami ketakutan yang dialami oleh orangtuanya, mau dari masyarakat sipil ataupun militan.

Ketika makanan menipis, anak-anak tidak mendapatkan nutrisi untuk kepentingan pertumbuhannya. Ketika air terkontamidasi, anak-anak yang imunnya masih lemah mudah tertular penyakit mematikan. 

Kekerasan dan kematian di zona perang pun meninggalkan pengaruh psikologi dan emosional yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Ketika anak seusianya hidup damai, mereka yang terjebak di zona perang dan area konflik justru harus mempertaruhkan nyawanya bahkan untuk bernafas sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun