Mohon tunggu...
jenia puspitasari
jenia puspitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta

Saya merupakan mahasiswa yang memiliki hobi di bidang sastra dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kritik Pragmatik: Nilai Rela Berkorban dalam Cerpen Sungai Karya Nugroho Notosusanto

16 Juni 2025   20:00 Diperbarui: 16 Juni 2025   19:52 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Interpretasi awal

Nilai rela berkorban merupakan bagian dari etika sosial yang mendasari tindakan kemanusiaan dalam banyak budaya, termasuk dalam konteks perjuangan kemerdekaan. Dalam ajaran moral universal maupun lokal, berkorban demi kepentingan orang lain, terutama untuk tanah air, dipandang sebagai puncak kebajikan. Pengorbanan bukan sekadar melepas hak atau kepentingan pribadi, melainkan wujud kepedulian dan kesetiaan terhadap nilai yang lebih besar, baik itu keluarga, bangsa, maupun nilai kemanusiaan itu sendiri.

Dalam cerpen Sungai, nilai rela berkorban ditampilkan melalui tokoh "Aku" yang menjadi pejuang kemerdekaan, rela mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan sahabatnya, Sahlan, dari tentara musuh. Nilai ini tidak hanya menggambarkan keberanian fisik, tetapi juga spiritualitas dan kemanusiaan dalam pertempuran yang brutal.

Analisis Deskripsi

Cerpen Sungai menceritakan tentang tokoh "Aku", seorang pejuang yang terlibat dalam sebuah pertempuran melawan tentara Belanda. Ia menyaksikan sahabatnya, Sahlan, ditangkap musuh dan dijadikan tameng hidup. Dalam posisi strategis sebagai penembak, "Aku" punya kesempatan untuk melumpuhkan musuh. Namun, tindakan itu berarti mengorbankan nyawa sahabatnya sendiri.

"Aku tidak menembak. Hanya beberapa detik. Tapi cukup lama untuk sebuah peluru menembus jantungnya."

Kalimat ini merupakan puncak dari konflik batin tokoh utama. Ia memutuskan untuk tidak menembak demi menyelamatkan sahabatnya. Namun, ironi terjadi: keputusannya justru membuka peluang bagi tentara musuh untuk menembak Sahlan. Ini adalah bentuk pengorbanan yang menyakitkan---bukan hanya kehilangan sahabat, tetapi juga menanggung beban moral akibat keputusannya sendiri.

Nilai rela berkorban dalam cerpen ini tidak tunggal. Sahlan adalah gambaran pejuang yang mempertaruhkan nyawanya secara langsung di medan laga. Sementara itu, "Aku" adalah tokoh yang berkorban secara batin: ia menyimpan rasa bersalah yang mendalam karena pilihan yang tidak membuahkan hasil. Ia bukan hanya berkorban pada saat kejadian, tetapi terus-menerus setelahnya, setiap kali melihat sungai yang mengalir. Sungai dalam cerpen menjadi simbol trauma dan kesetiaan pada kenangan.

 "Sungai itu terus mengalir. Aku tidak tahu apakah kesedihan bisa dibawa oleh air."

Dalam narasi ini, air sungai menjadi metafora dari waktu dan penyesalan. Aliran sungai tak pernah berhenti, sebagaimana ingatan "Aku" terhadap peristiwa pengorbanan itu terus membekas. Sungai, yang dalam banyak budaya dianggap lambang kehidupan, di sini menjadi lambang duka dan luka sejarah.

Rasa bersalah tokoh utama adalah bentuk pengorbanan emosional yang kerap tidak terucap dalam narasi kepahlawanan. Pengorbanan bukan hanya soal gugur di medan perang, melainkan juga tentang menanggung beban memori, kesedihan, dan kesendirian pasca perang. Cerpen ini menyuarakan sisi senyap dari nilai perjuangan yang sering dilupakan: sisi batin yang terluka oleh rasa kehilangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun