Pulang kerja Bu Anna langsung ngeloyor ke kamar.Â
Capek banget.
Sudah di kantor banyak pekerjaan. Pulang ga bisa langsung pulang karena mesti mampir ke beberapa tempat. Tempat yang ngejual ikan. Bukan, bukan mau beli ikan buat dimasak. Tapi nyari bibit ikan. Ikan lele. Mana lagi gak musim pulak. Tapi mesti dapet nih, demi David, anak laki-laki kesayangannya.
Ceritanya mas bagus David dapat tugas dari bu gurunya. Mata pelajaran kewirausahaan. Tugasnya adalah, mencari (baca---membeli) bibit ikan lele, minimal 10 biji untuk kemudian dipelihara sampai besar. Â Karena David ga pernah keluyuran kemana -mana, kesehariannya dihabiskan buat baca manga dan main ep ep (baca---Free Fire), jadilah orang tuanya yang kelabakan mencari bibit lele tersebut.Â
Kalau lagi gak musim memang susah nyarinya. Toko ikan yang biasa didatangi Pak Robin (suami Bu Anna) juga lagi ga punya bibit lele. Pakan mahal, kata penjualnya. Takut rugi. Sudah dua minggu ditungguin, toko itu tak juga menyediakan bibit lele.Â
Oke baiklah, mesti mencoba cari di tempat lain. Mulailah Pak Robin dan Bu Anna gerilya. Tanya sana, tanya sini. Mencari dimana ada peternak lele, atau penjual. Beberapa alternatif pun didapat. Yang pertama adalah di pasar burung dan ikan hias. Kedua, di rumah Pak Sastro, selatannya lapangan bola Desa Alang Alang Kumitir. Ketiga, di timur Pasar Krempyeng, dan terakhir di rumah penjual sayur yang suaminya juga beternak lele.
Jadilah pulang kerja, Pak Robin dan Bu Anna melucur ke pasar burung dan ikan hias. Mobil van espass kesayangan sudah diparkirkan dengan rapi di bawah pohon. Masker dipasang, harus tertib aturan gaes.... Lagi musim colas (Covid-19).
Untuk memanfaatkan waktu, berhubung pasar ini luas sangat, Pak Robin pun nanya ke tukang parkir.
"Pak, ada yang jual benih lele disini? Sebelah mana ya?"Â
"Oh, sudah tutup pak," Tukang parkir menjawab sambil tersenyum lebar.
"Bukaknya jam 7 pagi, jam 1 sudah tutup"