Oleh: Jene Rika Eviliana (232111213)
Kasus penipuan arisan "Get" di Sekadau, Kalimantan Barat, menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Kerugian yang dialami korban mencapai miliaran rupiah, dengan ratusan orang menjadi korban skema bodong ini. Kasus ini tidak hanya menyita perhatian masyarakat, tetapi juga menjadi pelajaran penting tentang pentingnya memahami kaidah hukum, norma, dan aturan dalam bermuamalah. Sebagai mahasiswa hukum ekonomi syariah, saya akan menganalisis kasus ini dari sudut pandang hukum positif dan hukum ekonomi syariah (fiqh muamalah).
Kaidah Hukum, Norma Hukum, dan Aturan Hukum yang Dilanggar
Dari perspektif hukum positif di Indonesia, kasus ini melibatkan beberapa aturan hukum yang dilanggar, di antaranya:
- Pasal 378 KUHPÂ tentang Penipuan: Pasal ini menjerat pelaku yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat untuk menguntungkan diri sendiri dengan cara merugikan orang lain. Ancaman hukuman 4 tahun penjara. Dalam kasus arisan "Get", pemilik arisan memasukkan nama fiktif dan menjanjikan keuntungan berlipat tanpa dasar yang jelas.Â
- Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan: Pasal ini digunakan untuk menjerat pelaku yang menguasai harta orang lain secara melawan hukum. Ancaman hukuman 4 tahun penjara. Dalam arisan ini, dana yang seharusnya dikembalikan kepada anggota malah digunakan untuk kepentingan pribadi atau untuk membayar peserta lama dengan dana peserta baru.
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Menurut UU ini, pelaku usaha atau individu yang menawarkan suatu produk atau jasa yang menyesatkan dapat dikenakan sanksi hukum.
Norma Hukum dan Etika Bermuamalah
- Transparansi: Dalam bermuamalah, transparansi adalah hal utama. Pemilik arisan "Get" tidak memberikan informasi yang jelas tentang mekanisme arisan dan memasukkan nama-nama fiktif, yang jelas melanggar prinsip ini
- Kejujuran: Janji keuntungan besar dalam waktu singkat tanpa dasar yang jelas adalah bentuk ketidakjujuran yang merugikan banyak pihak.
Aturan Hukum Ekonomi Syariah
- Prinsip Amanah (Kepercayaan): Pemilik arisan tidak menjaga amanah dengan menggunakan dana korban untuk kepentingan pribadi.
- Larangan Gharar (Ketidakjelasan): Skema arisan ini mengandung unsur gharar karena tidak ada kejelasan tentang mekanisme dan risiko yang dihadapi peserta.
- Larangan Riba (Bunga): Meskipun tidak secara langsung terkait riba, skema ini mirip dengan praktik piramida yang dilarang dalam Islam karena merugikan salah satu pihak.
Pendekatan Empiris Kasus Arisan "Get"
Pendekatan empiris dalam kasus ini dapat dilihat dari fakta-fakta yang terjadi di lapangan:
- Modus Operandi: Skema arisan menurun dengan urutan yang ditentukan oleh pemilik, termasuk memasukkan nama-nama fiktif. Janji keuntungan besar dalam waktu singkat, seperti arisan seharga Rp 30 juta yang dijanjikan menjadi Rp 50 juta dalam satu bulan. Promosi melalui media sosial yang menarik minat banyak orang tanpa penjelasan yang transparan.
- Dampak Sosial dan Ekonomi: Kerugian korban mencapai lebih dari Rp 4 miliar. Beberapa korban bahkan menjadi pelaku terhadap korban lainnya, menciptakan efek berantai yang memperparah situasi.
- Respons Pihak Berwajib: Kapolres Sekadau, AKBP I Nyoman Sudama, mengimbau masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan investasi atau skema arisan yang tidak jelas. Tersangka dijerat dengan pasal penipuan dan penggelapan, dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Legal Opinion sebagai Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah
Sebagai mahasiswa hukum ekonomi syariah, saya melihat kasus ini sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar fiqh muamalah, khususnya dalam hal transparansi, kejujuran, dan keadilan. Berikut adalah analisis lebih lanjut:
1. Prinsip Muamalah dalam Islam
Anjuran bermuamalah dengan jelas (Wadhih), Islam mengajarkan bahwa setiap transaksi harus jelas mekanisme, risiko, dan manfaatnya. Skema arisan "Get" tidak memenuhi prinsip ini karena mengandung ketidakjelasan (gharar). Larangan menzalimi dan dizalimi, skema ini jelas menzalimi korban dengan mengambil harta mereka tanpa memberikan manfaat yang dijanjikan.
2. Konsep Amanah dalam Pengelolaan Dana
Pemilik arisan memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola dana peserta dengan amanah. Namun, dalam kasus ini, dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, yang jelas melanggar prinsip amanah.