Kembali terjadi peristiwa miris, seorang remaja laki-laki berinisial FN (18), warga Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo, ditemukan dalam kondisi tergantung di samping dapur rumahnya pada Senin (3/2) sore. FN sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tidak tertolong.
Kanitreskrim Polsek Taman AKP Hajir Sujalmo membenarkan kejadian tersebut (Sidoarjo  terkini, 4-2-2025). Polisi yang mendatangi rumah duka menemukan sebuah buku di kamar FN yang berisi pesan permintaan maaf kepada keluarga. Diduga keputusan mengakhiri hidupnya akibat masalah asmara.
Â
Artinya, semakin hari semakin panjang saja daftar remaja yang tak sayang dengan nyawanya. Seolah hidup tak berharga lagi, padahal remaja adalah sosok penuh inspiratif, baik tenaga maupun pikiran masih  fresh oleh karenanya mereka juga mendapatkan julukan agen of changes.
Â
Namun hari ini, remaja yang kita kenal  merupakan kelompok umur yang rentan melakukan perilaku menyimpang. Seperti tawuran, perundungan, hingga bunuh diri. Belum lagi dengan perzinahan, seks bebas, narkoba, dan lainnya. Semakin ke sini usia yang terpapar pun kian muda. Hanya karena perkara sepele, tak jarang remaja juga menjadi pelaku kriminal, membunuh anggota keluarganya, teman, kekasih bahkan orangtuanya sebagaimana yang viral hari ini, seorang remaja putri yang mengancam akan membunuh ibunya jika tidak dibelikan skincare.
Ahli kesehatan masyarakat dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Ayu Khoirotul Umaroh mengatakan, bahwa perilaku bunuh diri tidak hanya kasus meninggal yang diakibatkan oleh bunuh diri. Ayu menjabarkan, bunuh diri pada remaja punya tiga tingkatan yang berbeda. Yaitu ide untuk bunuh diri, rencana melakukan bunuh diri, hingga melakukan tindakan bunuh diri. Hal ini berdasarkan riset yang ia lakukan pada responden dari 75 sekilah di Indonesia, terkait masalah kesehatan dan risiko perilaku remaja (inforemaja.id, 29-1-2025).
Misi dan Visi Hidup Hilang Arah
Menghilangkan nyawa sendiri ini seolah menjadi tren anak muda masa kini, di negara maju seperti Korea, Cina, Amerika dan Prancis pun banyak terjadi kasus yang sama. Padahal negara-negara ini terkatagori maju dari sisi lain dan teknologi, namun nyatanya, gangguan mental tidak pernah memandang kaya, miskin, tua, muda, muslim, maupun nonmuslim.
Â