Begitu libur panjang tiba, selalu ada ritual migrasi besar-besaran: manusia berbondong-bondong meninggalkan rutinitas, menyumpal jalan tol, lalu membanjiri destinasi wisata populer yang itu-itu saja.Â
Tetapi jika Anda sudah muak dengan keramaian Kota Batu  Malang yang semakin mirip pasar malam atau Banyuwangi yang sibuk menjual label 'Sunrise of Java' bak tagline sabun cuci piring, mungkin sudah waktunya melirik ke selatan Jawa Timur.
Di sanalah, tepat di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, tersembunyi sebuah mahakarya alam yang anehnya belum sepopuler tetangganya. Namanya Air Terjun Tumpak Sewu.
Cocok untuk mereka yang haus akan healing, tapi ogah berdesakan dengan turis yang sibuk bikin selfie di patung-patung yang Instagramable. Tumpak Sewu, menurut laman resmi Disbudpar Jawa Timur, berlokasi di antara Desa Sidomulyo (Pronojiwo, Lumajang) dan Desa Sidorenggo (Malang).
Bayangkan, terdapat sebuah air terjun raksasa di lembah curam pada ketinggian 500 meter di atas permukaan laut dengan latar megah Gunung Semeru. Jika itu tidak cukup membuat Anda bergetar, mungkin jiwa traveling Anda sudah mati rasa.
Tumpak Sewu atau oleh warga sekitar disebut Coban Sewu menjulang setinggi 120 meter. Airnya jatuh tidak hanya satu jalur, tapi melebar bagai tirai teater kosmik yang membuat siapa pun terperangah. Sebuah klaim yang biasanya berakhir dengan debat kusir di Twitter, tapi kali ini sulit dibantah.
Airnya bukan sekadar jatuh, tapi tumpah dalam formasi melebar yang membuatnya mirip tirai raksasa; tirai alam yang jauh lebih jujur daripada tirai politik yang kerap menutup-nutupi aib pejabat. Tidak heran, banyak yang berani menyebutnya sebagai air terjun terindah di Pulau Jawa.
Airnya bersumber dari Sungai Glidih yang berhulu di Semeru. Nama Tumpak Sewu sendiri, berasal dari bahasa Jawa Kuno. 'Tumpak' berarti Sabtu, 'sewu' artinya seribu. Ironisnya, bukan berarti Anda hanya boleh datang hari Sabtu dan harus membawa seribu orang. Tapi karena aliran airnya bercabang-cabang, seolah jumlahnya tidak pernah habis, bahkan di musim kemarau.
Dan siapa yang berani membantah? Sumber air dari gunung berapi aktif paling tidak memberi jaminan bahwa Tumpak Sewu tidak akan sekering janji kampanye.
Tidak heran, kemudian muncul julukan hiperbolis: 'Niagara Falls-nya Indonesia'. Perbandingan ini memang agak norak dan lebay, mengingat Niagara di Amerika Utara sudah lebih dulu dipelototi jutaan turis dunia. Tapi apa boleh buat, di negeri ini setiap destinasi harus diberi embel-embel versi luar negeri agar terdengar keren.