Foto.dokumen pribadi.com
Sejak awal manusia adalah sebuah luka. Perjalanan seluruh kehidupannya adalah perjalanan untuk menemukan obat penyembuh. Manusia terlahir dan menangis, membutuhkan makanan dan minuman, membutuhkan hal-hal yang membahagiakan dan menyenangkan, mengalami sakit-penyakit, masuk ke dalam liang kubur. Dalam kebahagiaan saja sebenarnya ada luka yang tak disadari. Ketidaksadaran ini adalah luka. Luka-luka inilah yang memungkinkan manusia berjuang untuk terus berziarah.
Tidak ada luka yang sembuh seutuhnya. Sebuah luka akan menimbulkan luka yang lain. Kesembuhan yang lain melahirkan kelukaan yang lain. Akhirnya luka adalah identitas manusia, luka adalah hakikat manusia. Manusia adalah luka, berjalan dalam luka dan tiada dalam luka. Dalam tiada inilah, ada kesembuhan seutuhnya. Saya akan menamakan keasalan yang hakiki.
Anda dan saya adalah produk keasalan dengan luka. Kita berada pada level dan keadaan yang sama. Karena itu tujuan perjalanan kita seharusnya sama-sama bekerja dan kerja bersama. Bukan saling menciptakan luka di antara kita. Perjalanan ini membutuhkan kerja sama dan mitra. Walaupun pada akhirnya kita tiada dengan luka yang tersisa namun yang pasti kita tak pernah menambah luka.
Keasalan memberikan kita identitas luka bukan untuk menciptakan gap yang jauh apalagi ketidak adilan dengan keasalan.
Luka adalah identitas bahwa kita adalah miliknya; milik keasalan. Maka perjalanan jauh dalam mencari dan menemukan obat perlu terpaut dengan keasalan. Itulah yang disebut dengan kerinduan abadi. Kalau hal ini tidak disadari, tidak berarti hal itu tidak ada melainkan ada dalam keadaan yang tidak seharusnya.
Seon, 22 September 2021
Jeff Ndun, Jr