Mohon tunggu...
Ahmad Jayakardi
Ahmad Jayakardi Mohon Tunggu... pensiunan -

Kakek2 yang sudah males nulis..............

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Genjer, Nong Kedokan Pating Keleler!

26 September 2011   10:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1376230104735269755

Genjer?  Lagu PKI itu? Genjer (latin: Limnocharis flava) sebenarnya adalah nama sejenis tanaman air, yang tumbuh diperairan dangkal; rawa atau sawah. Biasanya (kini) tumbuh bersama tanaman gulma perairan yang lain seperti Eceng Gondok. Agak berbeda dengan eceng gondok atau teratai yang tumbuh mengapung, tanaman ini tumbuh di tanah seperti keladi. Tangkai daunnya juga berlubang ditengah juga mirip keladi. [caption id="attachment_259068" align="alignleft" width="283" caption="(id.wikipedia.org)"][/caption] Tanaman ini identik dengan  "sayur orang miskin", karena itu kepopulerannya sebagai tanaman sayur tidak pernah meningkat. Orang Indonesia memang ogah disebut "orang miskin" kan?. Tingkat populernya kalah jauh oleh tanaman air yang berjenis sayuran yang lain, yang juga tumbuh liar seperti kangkung dan semanggi. Padahal, rasanya cukup enak, gak beda dengan kangkung. Seperti juga kangkung, tanaman ini juga dimakan tangkai bersama daunnya. Pernah coba tumis genjer? Hmmmmm, yummmiiii, apalagi dicampur udang. Pernah makan siang di saung di tengah sawah dengan lalaban genjer (mateng ya, yang mentah agak bergetah!), dengan sambel terasi lauk ikan peda asin? Yaaaaah, nasi sebakul juga kurang (Nasi sebakul? Buat kita sepiring, buat ayam sepiring, buat ikan sepiring, buat kucing sepiring. Hlo, malah diabsen?). Eh, ngomong-omong, yang enak itu udangnya, sambelnya, peda asinnya atawa genjernya? Tapi suwer kok, terkewer-kewer malah. Genjer emang enak. Sumprit! "Ketakpopuleran" genjer ini makin bertambah ketika masa Orde Baru. Genjer lantas dihubung-hubungkan dengan lagu Genjer-Genjer yang jadi lagu haram ketika itu. Lagu yang dikaitkan dengan stigma PKI. Nah lo, makan genjer bisa dianggap PKI? Haddeuh! Sejujurnya dalam syair lagu Genjer-Genjer itu tidak ada satupun kalimat yang menyebut pertentangan kelas, atau faham atheisme yang biasanya diteriakkan kaum komunis. Simak syairnya:

Genjer-genjer nong kedokan pating keleler Emake thulik teko-teko muputi genjer Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih Genjer-genjer saiki wis digowo mulih Terjemahan Indonesianya:

Genjer-genjer di petak sawah berhamparan Ibu si bocah datang memunguti genjer Dapat sebakul bundar dia berpaling begitu saja tanpa melihat ke belakang Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang Diciptakan dalam tutur bahasa  "Osing" -  Banyuwangi oleh seniman Osing M. Arif, 1942, semula dimaksudkan sebagai sindiran betapa melaratnya rakyat ketika masa pendudukan Jepang. Lagu ini populer kembali tahun 1959-1965. Penyanyi sekaliber Bing Slamet dan Lilis Suryani saja merekam lagu populer ini. PKI memanfaatkan momentum kepopuleran lagu ini, dan menggunakannya dalam kampanye partainya. Karena itu pasca peristiwa G30S/PKI itu, lagu ini jadi barang haram buat rezim Orde Baru. Di film Penghianatan G30S/PKI karya Arifin C.Noer itu, lagu ini dinyanyikan oleh sekelompok anggota Gerwani. * * Jadi, kalau masih tetap sensitif mendengar lagu ini, pisahkanlah stigma antara lagu Genjer-Genjer ini dengan tanaman genjernya. Marilah kita mulai mencoba menyantap genjer yang memang layak dikonsumsi sebagai sayur. Jangan pernah takut untuk dibilang orang miskin! Hitung-hitung membantu pengendalian gulma di perairan kita.  Go green gitu loh! _________________________________________________________________________________

Eh, omong-omong, kalau daun Semanggi adakah yang belum pernah melihat? Yang di Senayan itukah? Pecel daun semanggi? Itu makanan rakyat daerah Surabaya dan sekitarnya, sampai hari ini......

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun