Mohon tunggu...
Angel Sang Pemenang
Angel Sang Pemenang Mohon Tunggu... -

demokrasi telah mati

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Titiek Soeharto, Politisi Langka di "Zaman Now"

12 Juni 2018   03:47 Diperbarui: 12 Juni 2018   03:59 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kompas.comEmpat tahun terakhir, rasanya kita sudah seperti balik ke jaman pra-reformasi, ya jaman kegelapan dimana politik dihantui oleh kekerasan organisasi dan kekerasan psikologis secara pribadi. Kekerasan organisasi bisa dilihat dari kisruh di beberapa partai yang berakhir pada berubahnya arah dukungan partai. Kisruh partai Golkal yang berkepanjangan di Jaman ARB berakhir setelah partai mengalihkan dukungan pada rezim. 

Begitu juga kisruh di PPP, dengan munculnya anak kemarin sore yang mengubah arah dukungan menghamba pada rezim. Sedangkan kekerasan psikologis secara pribadi dapat dilihat dari kasus hukum Harry Tanoe yang tiba - tiba hilang begitu memberi dukungan pada rezim. Terlihat sekali bahwa kasus hukum Harry Tanoe sebelumnya lebih bernuansa politik.

Sulit dibuktikan bahwa semua kekerasan politik tersebut berasal dari rezim, tetapi publik tentu berhak menyimpulkan dengan logikanya bahwa semua itu bukan kebetulan.

Gaya politik provokatif dan propoganda, seolah diluar rezim adalah salah dan korup tentu menjadi salah jika kita detail menelaah prestasi rezim ini.  Mari kita lihat utang luar negeri yang naik hampir 2x lipat dalam waktu empat tahun, tetapi gagal memberi pertumbuhan ekonomi yang signifikan. 

Tahun 2017, ekonomi nasional hanya tumbuh 5,01% (versi pemerintah), lebih buruk lagi utang tersebut berasal dari utang bilateral dengan bermacam syarat yang memberatkan dan cenderung mengkerdilkan bangsa Indonesia. Maraknya tenaga kerja asing (TKA) non skill dan dicabutnya ketentuan TKA harus bisa berbahasa Indonesia jelas sebuah pengkianatan terhadap tenaga kerja dalam negeri yang sampai sekarang tingkat penganggurannya cenderung naik. 

Kritik serius terhadap kebijakan TKA yang bernuansa kolonilasime jaman now, justru ditanggapi dengan guyonan tak sedap oleh rezim. Seolah istilah "aseng... aseng... " hanya suara orang yang terpinggirkan, walaupun sejatinya rezim ini sudah mengkianati cita - cita kemerdekaan untuk mensejahterakan rakyatnya. Rezim sibuk berselingkuh dengan aseng, walaupun itu berpotensi membuat ekonomi nasional tersandra oleh aseng dengan jumlah utang diluar kemampuan.

Membandingkan rasio utang Indonesia dengan Malaysia tentu tidak bijaksana. Pertama: Walaupun rasio utang malaysia lebih tinggi tapi dari sisi kemampuan ekonomi, pendapatan per kapita dan pemerataan Malaysia jauh lebih bagus. Kedua: Kenaikan utang luar negeri yang sangat cepat dalam tempo yang sangat singkat tentu sangat beresiko mengganggu kesetimbangan ekonomi nasional. 

Kita lihat sekarang, kurs rupiah saat ini tertekan sangat kuat, bandingkan dengan lima tahun pertama jaman SBY, dimana ekonomi tumbuh dengan kuat dan rupiah relatif perkasa dibanding sekarang.

Seperti di beritakan banyak media, Titiek Soeharto akhirnya keluar dari Golkar karena partai cenderung mengekor pada rezim dalam banyak hal termasuk soal TKA. Saat ini langka, politikus yang berani menyuarakan hati nurani rakyat melawan intimidasi penguasa.

Mari kita lihat apakah rezim akan kembali menggunakan hukum untuk menggebuk lawan - lawan politiknya. Jika dalam beberapa bulan lagi Titiek Soeharto tersangkut masalah hukum, biarkan publik berpikir "rezim ini memang membajak hukum demi kekuasaan".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun